READNEWS.ID, ASAHAN – Proyek pembangunan Jembatan Sei Silau Barat–Prapat Janji diperkirakan tidak selesai sesuai tenggat waktu yang tercantum pada papan informasi kegiatan. Proyek yang menelan biaya sebesar Rp 5.450.415.606 tersebut, waktu pelaksanaan tercatat selama 175 hari kalender.
Informasi masyarakat sekitar menyebutkan bahwa pekerjaan dimulai pada Mei 2025. Apabila dihitung berdasarkan durasi pelaksanaan, periode 175 hari kerja setara dengan sekitar enam bulan. Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa pengerjaan seharusnya selesai pada akhir November atau paling lambat pertengahan Desember 2025.
Ketua DPC Pemuda Merah Putih Republik Indonesia (PMPRI) Asahan, Hendra Syahputra SP, menyatakan bahwa peluang keterlambatan penyelesaian proyek cukup besar. Menurutnya, selain faktor cuaca, terdapat berbagai permasalahan teknis yang sebelumnya terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPRD Asahan.
Dalam penjelasannya, Hendra menguraikan sejumlah temuan, antara lain penggunaan material timbunan oprit berupa lumpur, pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri, dugaan ketidaksesuaian mutu konstruksi, pengambilan tanah timbun dari lahan hak guna usaha, potensi abrasi badan jalan, serta laporan mengenai keterlambatan pembayaran upah pekerja.
RDP tersebut menghasilkan rekomendasi agar Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Asahan menghentikan sementara kegiatan hingga seluruh permasalahan terselesaikan.
Hendra menyatakan bahwa apabila prediksi keterlambatan terbukti, pihaknya akan meminta Dinas PUPR Asahan menjatuhkan sanksi tegas kepada kontraktor pelaksana, termasuk pemutusan kontrak. Ia menegaskan bahwa pihaknya dalam waktu dekat akan menyampaikan surat resmi dan tidak menutup kemungkinan melakukan aksi sebagai bentuk desakan.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Dinas PUPR Asahan, Agus Jaka Putra Ginting SH MM, belum memberikan tanggapan atas pesan konfirmasi yang dikirimkan.
Secara terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Konstruksi Indonesia (Aspekindo) Asahan, Ibnu Hangga Pratama, menyampaikan bahwa penentuan sanksi keterlambatan pekerjaan berada sepenuhnya pada kewenangan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Menurutnya, PPK dapat memilih untuk memutus kontrak atau memperpanjang masa kerja dengan pengenaan denda sebesar 1/1000 nilai kontrak per hari keterlambatan.
Ibnu menjelaskan bahwa apabila kontrak diputus, pembayaran hanya dilakukan berdasarkan persentase progres pekerjaan di lapangan. Ia juga menambahkan bahwa pemutusan kontrak akibat wanprestasi dapat menjadi dasar pencantuman kontraktor dalam daftar hitam, sebagaimana diatur dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 17 Tahun 2018.





