READNEWS.ID, OPINI – Di tengah tekanan ekonomi global, perang dagang antarnegara besar, disrupsi teknologi, dan perubahan pola konsumsi, pelaku usaha—terutama UMKM—dihadapkan pada tantangan yang semakin kompleks.
Dalam konteks ini, pendekatan pemasaran konvensional tidak lagi memadai. Dibutuhkan pendekatan yang adaptif, kreatif, dan berbasis inovasi. Inilah saatnya para pengusaha mulai mengadopsi pendekatan Entrepreneurial Marketing (EM) sebagai strategi bertahan dan bertumbuh.
Entrepreneurial Marketing bukan sekadar pemasaran dalam arti sempit, tetapi cara berpikir dan bertindak yang menggabungkan semangat kewirausahaan dengan strategi pemasaran. Fokusnya adalah inovasi berkelanjutan, pemanfaatan peluang secara cepat, pengambilan risiko yang terukur, dan penciptaan nilai pelanggan secara unik dan berbeda.
Fenomena global seperti perang dagang antara AS dan Tiongkok berdampak langsung pada pasokan bahan baku dan kestabilan harga komoditas. Ini memaksa pelaku usaha untuk tidak hanya menjadi penjual produk, tetapi juga menjadi pembaca tren dan perancang strategi rantai pasok yang efisien. Dalam konteks EM, hal ini berarti menciptakan kemitraan baru, mencari alternatif lokal, dan meningkatkan nilai tambah produk melalui diferensiasi.
Di sisi lain, perubahan teknologi berlangsung begitu cepat. Platform digital, kecerdasan buatan, dan otomasi menjadi bagian dari kehidupan bisnis sehari-hari. Namun banyak UMKM tertinggal karena keterbatasan literasi digital. Padahal, EM menuntut pemanfaatan teknologi sebagai alat strategis: untuk memahami pelanggan, mempersonalisasi layanan, dan memperluas jangkauan pasar secara efisien.
Perubahan preferensi konsumen juga menjadi sorotan penting. Konsumen saat ini lebih sadar nilai, peduli lingkungan, dan menuntut transparansi. Produk yang berkelanjutan, proses yang etis, dan cerita di balik produk menjadi faktor penting dalam keputusan pembelian. Dalam Entrepreneurial marketing, pemahaman mendalam terhadap perilaku konsumen adalah senjata utama. Bukan hanya menjual, tetapi membangun hubungan dan komunitas.
Ketidakpastian regulasi juga kerap menjadi hambatan tersendiri. Kebijakan yang berubah-ubah, baik di tingkat nasional maupun internasional, dapat memengaruhi keberlangsungan usaha. Dalam pendekatan EM, pelaku usaha didorong untuk proaktif membaca regulasi, membangun jejaring dengan pemangku kepentingan, dan mendesain model bisnis yang fleksibel terhadap perubahan hukum.
Salah satu tantangan besar lainnya adalah informasi yang asimetris. Tidak semua pelaku usaha mendapatkan akses informasi yang sama mengenai pasar, tren, atau kebijakan. Entrepreneurial Marketing mendorong pelaku usaha untuk aktif mencari dan menyaring informasi, serta menjadikannya sebagai dasar pengambilan keputusan. Mereka yang cepat membaca peluang akan lebih unggul dari yang hanya menunggu informasi datang.
Banjirnya produk dari berbagai daerah dan negara juga menambah tekanan persaingan. Konsumen dihadapkan pada banyak pilihan dengan harga, kualitas, dan desain yang kompetitif. Di sinilah letak pentingnya value creation dalam EM: bukan sekadar menawarkan produk, tapi menciptakan pengalaman unik yang membedakan dari pesaing.
Pada praktiknya, pelaku usaha yang menerapkan EM akan berfokus pada eksplorasi pasar baru, uji coba produk dengan skala kecil (pilot test), serta mendengarkan umpan balik pelanggan secara terus-menerus. Mereka tak takut gagal, karena setiap kegagalan adalah peluang belajar untuk iterasi berikutnya.
Strategi lain dalam EM adalah membangun jejaring strategis, baik dengan pelanggan, supplier, mitra teknologi, hingga komunitas lokal. Jejaring ini menjadi sumber daya sosial dan intelektual yang memperkuat kapasitas inovatif dan responsif pelaku usaha.
Selain itu, UMKM juga perlu memperkuat branding berbasis nilai. Di era digital, cerita di balik produk, nilai-nilai yang diusung, dan keautentikan usaha jauh lebih kuat dalam membentuk loyalitas dibandingkan sekadar harga murah. EM mendorong narasi personal dan emosional sebagai bagian dari strategi komunikasi.
Entrepreneurial Marketing juga menekankan pentingnya agility—kemampuan beradaptasi cepat terhadap perubahan. Ini membutuhkan pola pikir terbuka, kepemimpinan transformatif, dan budaya organisasi yang mendorong kreativitas.
Pada akhirnya, UMKM harus menyadari bahwa dunia bisnis saat ini bukan lagi milik pemain besar, tapi milik mereka yang paling cepat beradaptasi. Dengan mengadopsi semangat Entrepreneurial Marketing, pelaku usaha tidak hanya mampu bertahan di tengah badai global, tapi juga berpotensi tumbuh sebagai kekuatan ekonomi baru yang tangguh dan berdaya saing.
Kini saatnya para pelaku usaha melihat pasar bukan sebagai ancaman, tapi sebagai lautan peluang. Dan Entrepreneurial Marketing adalah perahu kecil yang lincah, mampu menavigasi arus ketidakpastian menuju pantai keberhasilan.
Oleh: Dr. Ir. Ihksan Syarifuddin, ST., M.M
Praktisi Marketing, Direktur Transdata Sulawesi Gemilang – Wakil Ketua KADIN Kota Palu