READNEWS.ID, PADANGSIDIMPUAN – Jaksa Penuntut Umum, Sri Mulyati Saragih, menuntut 2 terdakwa penjual kulit Harimau dan sisik Tenggiling, Martua Simarmata dan Daud Yusuf Simarmata, di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) dengan hukuman 3 tahun 6 bulan kurungan penjara.
“Menuntut kedua terdakwa (penjual kulit Harimau dan sisik Tenggiling) dengan hukuman 3 tahun 6 bulan kurungan (penjara),” ujar Jaksa, Sri Mulyati Saragih, saat sidang di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Kamis (29/2) pagi.
Jaksa menilai, keduanya sudah melanggar ketentuan Pasal 40 ayat 2 UU No.5/1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kedua terdakwa, meminta hukuman ringan dengan dalih sebagai tulang punggung keluarga.
Usai pembacaan tuntutan, Ketua Majelis Hakim, Silvianingsih, SH, MH, mempersilakan kedua terdakwa menyampaikan pembelaan. Daud Yusuf Simarmata di pembelaannya mengakui segala perbuatan pidana itu.
Ia juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya tersebut. Daud, juga meminta Majelis Hakim untuk berikan hukuman ringan kepadanya. Senada dengan Daud, Martua Simarmata, juga menyatakan menyesal dengan secara perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya.
Bahkan, Martua meminta Majelis Hakim memberikan hukuman seringan-ringannya karena ia merupakan tulang punggung keluarga. Mendengar pernyataan keduanya, Majelis Hakim menunda persidangan 2 pekan ke depan dengan agenda sidang putusan.
Sebelumnya, dalam dakwaan keduanya, kasus ini bermula saat Martua bertemu dengan Dahrin Rangkuti (dalam penyelidikan) di Rumah Daud. Saat itu, Dahrin menunjukkan kuku Harimau kepada Martua. Kemudian, Martua mengunggah cakar itu ia ke laman Facebook-nya untuk ia jual.
Pada Sabtu (4/11/2023), Martua dan Dahrin kembali bertemu. Martua bertanya soal siapa yang bisa menyediakan kulit Harimau. Dahrin kemudian mengajak Martua ke Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina).
Di Madina, mereka bertemu tiga orang lain bermarga Pulungan, Hasibuan, dan Lubis. Dia kemudian membeli kulit Harimau dari Lubis. Sampai hari ini Polisi belum menangkap Dahrin dan Lubis yang kuat dugaan juga terlibat.
Sementara itu, Daud mendapatkan 15 Kg sisik Tenggiling dari masyarakat di Desa Simaronop, Garonggang, Mosa, dan Bei di Kecamatan Siais, Kabupaten Tapsel. Keduanya lalu mengunggah kulit dan bagian tubuh Harimau, serta sisik Tenggiling di laman Facebook.
Personel Polda Sumut yang mengendus dugaan perdagangan satwa ini kemudian melakukan penyelidikan. Mereka kemudian melakukan penyamaran sebagai pembeli. Terdakwa dan Polisi yang menyamar sepakat bertemu di Kamar Hotel Samudera, Kabupaten Tapsel, Kamis (9/11/2023).
Polisi kemudian meringkus keduanya. Dari tangan mereka, Polisi menyita barang bukti berupa 15 Kg sisik Tenggiling dan selembar kulit berikut tulang belulang Harimau.
Perdagangan satwa dan bagian tubuhnya masih marak terjadi di Indonesia. Data Voice of Forest (VoF) menunjukkan, ada 26 kasus perdagangan satwa di Sumut dan Aceh sepanjang 2022 dan 2023.
Dari jumlah tersebut, penegak hukum menetapkan total 53 orang sebagai tersangka kasus perdagangan satwa liar inu. Data ini adalah hasil publikasi kasus di media massa. VoF meyakini, masih banyak kasus lagi yang belum terungkap dan lolos dari radar pemberitaan.
Dalam data itu, jenis satwa terbanyak yang masuk jual-beli adalah bagian tubuh Tenggiling. Sementara dalam data Yayasan Orangutan Sumatra Lestari (YOSL) menunjukkan jika, selama 2016-2023, ada 23 harimau yang menjadi korban perdagangan di Sumur dan Aceh.
Jumlah ini belum termasuk Harimau yang menjadi korban konflik. Angka-angka ini menunjukkan begitu maraknya kasus perdagangan harimau dan bagian tubuhnya. Tentu ini menjadi faktor mempercepat kepunhana satwa berstatus terancam punah menurut Uni Konservasi Internasional (IUCN). Di alam liar, Harimau Sumatera lebih kurang sekira 600 ekor saja.
Direktur Voice of Forest Mirza Baihaqie, mengatakan, kasus perdagangan satwa harus menjadi perhatian aparat penegak hukum. Karena, kata Mirza, kasus perdagangan satwa adalah kejahatan luar biasa seperti narkotika.
“Bagaimana kita kehilangan satu Harimau di alam. Tentunya tugas harimau sebagai predator puncak akan hilang. Ini akan berdampak pada kondisi ekosistem. Dampaknya sebenarnya sudah kita rasakan saat ini. Perubahan iklim kian cepat terjadi,” kata Mirza.
Dalam kasus di Kabupaten Tapsel, VoF mendesak Polda Sumut untuk menangkap pelaku lainnya.
“Pengungkapan kasus ini harus secara menyeluruh. Jangan sampai para pelaku masih berkeliaran dan berpotensi melakukan pelanggaran pidana yang sama,” pungkasnya.