Sementara itu, Kepala Dinas Cipta Karya dan SDA Sulteng, Dr. Andi Ruly Djanggola, S.E., M.Si., menyatakan bahwa pihaknya telah memberikan teguran secara lisan dan tertulis kepada kontraktor pelaksana. Namun, teguran tersebut tidak mendapatkan tanggapan yang serius dari kontraktor penyedia.

LSM GEBRAK menduga hal ini berkaitan dengan adanya potensi proyek titipan sebagai bentuk balas jasa atas setoran kontraktor, serta dugaan pemberian fee kepada sejumlah oknum pejabat.

Ketua Komisi III DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Sonny Tandra, dalam rapat bersama organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, menyatakan bahwa bendungan tersebut sangat krusial bagi masyarakat, terlebih dalam menghadapi musim tanam mendatang.

“Kebutuhan air sangat kritis dan masyarakat sangat bergantung pada bendungan ini,” tegasnya.

LSM GEBRAK juga menyoroti dugaan terjadinya pengaturan dalam proses tender yang berpotensi menghilangkan transparansi, mengganggu persaingan sehat, serta mengikis independensi pengambilan keputusan.

Lemahnya pengawasan dari dinas terkait pun turut menjadi faktor utama dalam kegagalan fungsi bendungan tersebut.

“Kami menduga ada persekongkolan antara kontraktor penyedia bersama PPK dan KPA pada proses Lelang proyek Bendungan Puna Kiri. Untuk itu hal ini perlu diperiksa mendalam oleh penyidik Kejati Sulteng dan KPK,” kata Muhammad Rizky.

Atas dasar temuan dan dugaan tersebut, LSM GEBRAK mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah untuk membuka kembali penyelidikan secara menyeluruh dan objektif terhadap proyek Bendungan Irigasi Puna Kiri guna menindak tegas pihak-pihak yang bertanggung jawab.

“Minggu Depan GEBRAK kembali akan melaporkan sejumlah kasus dugaan tipikor proyek tahun 2023 dan 2024 yang dalam pengawasan Bidang Irigasi dan Rawa Dinas Cikasda Sulteng. Kami juga akan aktif mengawasi semua proyek yang menggunakan dana negara dan melaporkannya jika ditemukan keganjilan dan pelanggaran ke Aparat Penegak Hukum,” pungkasnya.