READNEWS.ID, PALU – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Berantas Korupsi (GEBRAK) mengusulkan kepada Walikota Palu, Hadianto Rasyid, untuk membubarkan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Kota Palu. Usulan ini muncul karena Perumda dianggap tidak memberikan kontribusi nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan justru menyebabkan kerugian serta membebani keuangan daerah.
Perumda Kota Palu selama ini menerima suntikan dana miliaran rupiah dari pemerintah daerah. Namun, dana tersebut diduga tidak dikelola dengan baik sehingga menimbulkan kerugian dan keresahan publik.
Fenomena anomali pengelolaan modal pemerintah oleh Perumda terungkap saat Rapat Koordinasi DPRD Kota Palu dengan Perumda dan PT CNE, pengelola aset Mall Tatura, pada Kamis (8/11/2024).
Dalam laporan keuangan Perumda per 30 September 2024 lalu, tercatat pengeluaran mencapai Rp 1,05 miliar, termasuk biaya survei alat dan pembelian suku cadang ekskavator senilai Rp 83,95 juta. Ekskavator tersebut sempat hilang selama tiga tahun dan ditemukan dalam kondisi rusak berat, namun biaya perbaikannya dibebankan kepada Perumda, bukan kepada penyewa.
Koordinator Presidium GEBRAK, Muhammad Rizky, menilai Perumda seharusnya menuntut penyewa ekskavator secara hukum karena hilang dan rusaknya aset tersebut.
Rizky menyatakan, “Penyewa harus bertanggung jawab atas biaya perbaikan, bukan Perumda.”
Selain itu, laporan keuangan Perumda juga mencatat biaya tidak langsung sebesar Rp 354,64 juta.
Rizky mengungkap adanya potensi kerugian keuangan daerah akibat pengelolaan modal yang tidak transparan dan kemungkinan penyimpangan dana kas Perumda untuk kepentingan lain.
Kasus lain yang mencuat adalah usaha kebun bawang goreng yang dimodali oleh Perumda sejak 2023. Usaha tersebut mengalami kegagalan panen dengan alasan dampak El Nino, padahal kelompok tani di sekitar lokasi justru berhasil panen. Rizky mempertanyakan anomali tersebut dan menduga ada sesuatu yang janggal dalam pengakuan tersebut.
Rapat koordinasi juga mengungkap dugaan pencairan dana Rp 562,9 juta kepada pihak ketiga untuk pengelolaan limbah plastik. Dana tersebut diduga masuk ke rekening pribadi, bukan rekening perusahaan mitra. Perusahaan mitra yang terlibat baru berdiri satu bulan sebelum menjalin kerja sama dengan Perumda, yang menimbulkan kecurigaan.
Lebih lanjut, dugaan penyimpangan dana penyertaan modal sebesar Rp 2 miliar dari Pemkot Palu juga menjadi sorotan. Dana tersebut diduga digunakan untuk membiayai ganti rugi pembebasan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kawatuna melalui modus perjanjian kerja sama fiktif dengan pihak ketiga yang enggan menandatangani kontrak.
“Ada penarikan dana tunai Rp 2 miliar dari kas Perumda yang diduga diserahkan kepada pihak ketiga dan kembali ke salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk pembayaran lahan TPA. Proses ini melanggar prosedur dan bisa dipidanakan.” ungkap Rizky mengutio keterangan nara sumbernya.
Ia juga meminta penegak hukum memeriksa laporan keuangan Perumda tahun 2023 secara menyeluruh, terutama pengeluaran kas tanpa penjelasan yang mencapai Rp 2 miliar. Rizky menduga pengeluaran ini dilakukan tanpa sepengetahuan Dewan Pengawas dan atas perintah individu tertentu.
Dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perusahaan Daerah, dijelaskan bahwa kerja sama investasi harus melalui kajian kelayakan yang menguntungkan semua pihak. Selain itu, tata cara kerja sama diatur lebih lanjut dalam Peraturan Wali Kota.