Oleh: Munifah AM. Idrus, Titi Hapsari, Ratu Bulqis
READNEWS.ID, OPINI – Bencana alam gempa bumi sering kali terjadi di Kota Palu, Sulawesi Tengah dan menjadikannya salah satu Kota di Indonesia yang memiliki resiko terhadap bencana gempa bumi yang tinggi.
Berdasarkan rekaman USGS gempa bumi pada tahun 1927-2018 tercatat di Kota Palu dan sekitarnya beberapa kali mengalami gempa bumi dengan skala besar yang bersifat merusak. Hiposenter kejadian gempa bumi yang diasosiasikan dengan aktivitas seismik patahan Palu-Koro memiliki kedalaman yang bervariasi dengan jarak paling dalam adalah 165 km (Lelean, 2012). Dibutuhkan upaya kesiapsiagaan untuk mengurangi besarnya resiko yang ditimbulkan oleh bencana tersebut.
Seperti yang telah diketahui bencana yang terjadi secara tidak menentu dan tidak dapat diprediksi membuat upaya-upaya penanggulangan bencana sebagian besar hanya terfokus pada tindak responsif setelah terjadinya bencana. Hal ini disebabkan masih kurangnya pelatihan dan sosialisasi mengenai kesiapsiagaan pra bencana. Oleh karena itu diharapkan Pemerintah dan Masyarakat dapat berkontribusi untuk membuat upaya penanggulangan bencana gempa bumi untuk mengurangi terjadinya korban jiwa yang banyak seperti yang terjadi di Kota Palu pada 28 September 2018 silam.
Untuk itu masyarakat harus memiliki pengetahuan terkait Skala Intensitas Gempa Bumi (SIG). Skala ini menyatakan dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya gempa bumi. Skala intensitas gempa bumi (SIG-BMKG) disusun dengan mengakomodir keterangan dampak gempa bumi berdasarkan tipikal bangunan di Indonesia dengan hanya memiliki lima tingkatan yaitu I-V. SIG-BMKG diharapkan bermanfaat untuk digunakan dalam penyampaian informasi terkait mitigasi gempa bumi dan respon cepat pada kejadian gempa bumi yang bersifat merusak. Skala ini dapat memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memahami tingkatan dampak yang terjadi akibat gempa bumi dengan lebih baik dan akurat.
Tingkat skala SIG BMKG, yaitu Skala I (Putih) TIDAK DIRASAKAN (Not Felt) dimana gempa bumi tidak dirasakan atau dirasakan hanya oleh beberapa orang tetapi terekam oleh alat; Skala II (Hijau) DIRASAKAN (Felt) dimana gempa bumi dirasakan oleh orang banyak tetapi tidak menimbulkan kerusakan, benda-benda ringan yang digantung bergoyang dan jendela kaca bergetar; Skala III (Kuning) KERUSAKAN RINGAN (Slight Damage) dimana pada saat gempa bumi bagian non struktur bangunan mengalami kerusakan ringan seperti retak rambut pada dinding, atap bergeser ke bawah dan sebagian berjatuhan; Skala IV (Jingga) KERUSAKAN SEDANG (Moderate Damage) dimana saat gempa bumi banyak retakan terjadi pada dinding bangunan sederhana, sebagian roboh, kaca pecah, sebagian plester dinding lepas, hampir sebagian besar atap bergeser ke bawah atau jatuh, struktur bangunan mengalami kerusakan ringan sampai sedang; Skala V (Merah) KERUSAKAN BERAT (Heavy Damage) dimana saat gempa bumi sebagian besar dinding bangunan permanen roboh dan struktur bangunan mengalami kerusakan berat. Gempa bumi yang terjadi di Kota Palu pada tahun 2018 silam termasuk dalam skala V karena menyebabkan bangunan permanen dibeberapa tempat roboh dan mengalami rusak berat sehingga menyebabkan banyaknya korban jiwa.
Oleh karenanya tindakan pencegahan yang dapat dilakukan sebelum terjadi gempa bumi sebaiknya memastikan bahwa struktur dan letak rumah dapat terhindar dari bahaya yang disebabkan oleh gempa bumi (longsor, liquefaction dll); mengevaluasi dan merenovasi ulang struktur bangunan agar terhindar dari bahaya gempa bumi; mengenali lingkungan tempat bekerja dengan memperhatikan letak pintu dan tangga darurat jika terjadi gempa bumi, mengetahui tempat paling aman untuk berlindung; belajar melakukan P3K; belajar menggunakan alat pemadam kebakaran; mencatat nomor telepon penting yang dapat dihubungi pada saat terjadi gempa bumi.
Selain itu persiapan pada tempat kerja dan tinggal juga perlu dilakukan dengan menata perabotan (lemari, cabinet, dll) diatur menempel pada dinding (dipaku, diikat, dll) untuk menghindari jatuh, roboh, bergeser pada saat terjadi gempa bumi. Menyimpan bahan yang mudah terbakar pada tempat yang tidak mudah pecah agar terhindar dari kebakaran; selalu mematikan air, gas dan listrik jika tidak sedang digunakan. Penyebab adanya korban jiwa yang paling banyak pada saat gempa bumi karena kejatuhan material, dan hal tersebut dapat dicegah dengan mengatur benda yang berat pada bagian bawah tempat penyimpanan; mengecek kestabilan benda yang tergantung dan berkemungkinan jatuh pada saat gempa bumi terjadi (misalnya lampu dll); menyiapkan alat (kotak P3K, senter, radio, makanan dan air) yang perlu ada disetiap tempat.