“Jaman Jokowi, untuk jadi menteri harus setor antara 400 miliar hingga Rp3 triliun. Saya belum dapat informasi untuk menteri-menteri jaman Prabowo, berapa setoran untuk jadi menteri, tapi saya yakin pasti pakai setoran”, ucapnya.

“Lah, untuk jadi Kepala RSUD Provinsi saja setorannya miliaran, bagaimana mungkin setingkat kementerian tidak ada setoran? Jika si menteri tidak punya uang, dia bisa gandeng investor untuk jadi bohirnya,” imbuhnya.

Wilson juga menyinggung independensi KPK dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi. Menurutnya, sistem politik yang sarat uang membuat lembaga antirasuah sulit bergerak.

“Oleh karena itu, KPK sulit bergerak memproses para pejabat itu, semuanya duit. Untuk jadi pimpinan KPK juga harus pakai duit. Apakah mungkin sapu kotor dipakai menyapu jalanan kotor?” katanya menutup pernyataan.

Pernyataan Wilson Lalengke ini semakin memperkeruh isu yang telah memanas setelah Ifan mengungkap dugaan suap dalam pemilihan pimpinan DPD RI.

Sebelumnya, aktivis Aliansi Masyarakat Pemuda Nusantara Merah Putih (AMPUH), Yefta Bakarbessy, membantah tudingan Ifan dan menegaskan bahwa selama dirinya mendampingi salah satu senator asal Papua Barat, tidak ada indikasi suap.

Hingga berita ini di terbitkan, sekiranya dapat di respon oleh pihak terkait berupa pernyataan resmi dari KPK, pihak Istana, maupun Badan Kehormatan (BK) pimpinan DPD RI mengenai tudingan yang semakin luas ini. (AHK)

Ramadhan 2025