READNEWS.ID, PARIGI MOUTONG – Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di wilayah pegunungan Desa Lobu, Kecamatan Moutong, Kabupaten Parigi Moutong, kembali memakan korban jiwa. Peristiwa longsor yang terjadi pada Minggu, 28 Desember 2025, di area tambang emas ilegal tersebut menyebabkan dua orang pendulang meninggal dunia dan satu orang lainnya mengalami luka berat.
Insiden ini menambah daftar panjang tragedi kemanusiaan akibat praktik PETI yang telah berlangsung bertahun-tahun di wilayah tersebut. Dugaan keterlibatan Aparat Penegak Hukum (APH) dan pemerintah setempat mekin santer disuarakan sebab kejadian ini seakan ditutupi dari pemberitaan media.
Sementara itu saat awak media ini mengkonfirmasi perihal kejadian ini kepada Camat Moutong , Aftar Muhammad Nusa melalui telepon whatsapp. Aftar menyangkal bahwa kejadian tersebut. tidak ada. Padahal kejadian tersebut bernar adanya yang didapat melalui sumber tepercaya berupa laporan yang di terbitkan Penegak Hukum (Gakkum) Dinas Lingkuhan Hidup (DLH) Kabupaten Parigi Moutong.
“Saya tidak suka ba ketik, tapi tidak ada kejadian itu, saya baru dengar,” jawabnya singkat. (28/12).
Pernyataan Camat Aftar mengundang reaksi dari Plt. Skeretaris Jenderal LSM Gerakan Bersama Rakyat Antikorupsi (GEBRAK), Tommy Kristianto. Ia menilaiada kejanggalan dari statement Camat Moutong tersebut.
“Aneh juga ini pak Camat, bisa-bisanya dia tidak tau ada aktifitas PETI di wilayahnya. Sekarang kembali makan korban dia masih gak tau pula ada kejadian tersebut. Apa jangan-jangan pak Camat menyimpan sesuatu sehingga takut kebongkar?. Pak Bupati Primo harus evaluasi Camat Moutong, jika tidak jangan salahkan publik berasumsi jika beliau dan oknum aparat di pemerintahannya juga terlibat,” ujarnya.
Tommy juga menyinggung keberadaan APH yang terkesan tutup mata soal keberadaan PETI ini. Menurut nya sulit dinalardengan logika jika APH tidak tau ada aktivitas ilegal ditempat tersebut.
“Kalian pikir sendiri, ada aktifitas ilegal berlangsung lama, terang-terangan dan bisa luput dari pengawasan APH?. Kalau publik curiga ya jangan disalahkan. Sebab sulit masuk logika ini barang luput dari pantauan APH,” tegasnya.

Kronologi Kejadian
Berdasarkan keterangan saksi Yayan Suku Tialo, warga Dusun 4 Desa Lobu yang bekerja sebagai operator alat berat, peristiwa nahas itu terjadi sekitar pukul 05.00 WITA. Saat itu, satu unit alat berat excavator tengah menggali material tanah di lokasi milik warga setempat bernama Na’a (56).
Di waktu bersamaan, sekitar delapan orang penambang manual atau pendulang turun ke dalam lubang galian untuk mengambil material menggunakan linggis. Namun, kondisi tanah di lokasi tersebut dinilai sangat labil.
“Tanahnya tidak ada pengikat seperti akar, ditambah malam sebelumnya diguyur hujan,” ungkap Yayan kepada petugas.
Sekitar dua menit setelah para pendulang berada di dalam lubang, tumpukan tanah di bagian atas tiba-tiba longsor dan menimbun para pekerja. Lima orang berhasil menyelamatkan diri, sementara tiga orang lainnya tertimbun material longsoran.

Korban Jiwa dan Luka Berat
Akibat kejadian tersebut, dua orang pendulang dinyatakan meninggal dunia, masing-masing:
-
Edi (41), warga Kecamatan Paguyaman, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo.
-
Syahril (31), warga Desa Boloung Olonggata, Kecamatan Moutong, Kabupaten Parigi Moutong.
Sementara satu korban lainnya, Abdul Karim (36), warga asal Lombok, mengalami luka berat dan hingga kini masih menjalani perawatan intensif di Puskesmas Moutong.
Jenazah kedua korban meninggal dunia telah diserahkan kepada pihak keluarga dan dibawa ke rumah duka masing-masing.

Kepemilikan Lahan dan Modal Tambang
Informasi yang dihimpun menyebutkan, lokasi PETI tempat terjadinya longsor merupakan lahan milik warga bernama Na’a, dengan pemodal tambang disebut-sebut berinisial Daeng Aras. Namun demikian, hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak terkait mengenai status hukum maupun peran masing-masing pihak dalam aktivitas tambang tersebut.
Lokasi Ditutup Sementara
Pasca kejadian, aparat kepolisian langsung mengambil langkah pengamanan dengan menghentikan seluruh aktivitas penambangan di lokasi tersebut. Area tambang kini telah dipasangi garis polisi (police line) guna kepentingan penyelidikan lebih lanjut.

PETI Lobu: Masalah Lama yang Tak Pernah Tuntas
Aktivitas PETI di kawasan pegunungan Desa Lobu bukanlah fenomena baru. Berdasarkan catatan, praktik tambang emas ilegal di wilayah ini telah berlangsung sejak tahun 2017.
Pada tahun 2021, lokasi tersebut sempat diajukan untuk ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Namun, proses tersebut gagal direalisasikan lantaran lambannya kesiapan masyarakat dalam memenuhi persyaratan administratif, termasuk pembentukan koperasi dan kelengkapan dokumen lainnya.
Meski status WPR tidak pernah ditetapkan, aktivitas PETI justru terus berjalan hingga kini, tanpa pengawasan keselamatan yang memadai.
Rentetan Tragedi Serupa
Longsor yang terjadi pada Desember 2025 ini menambah daftar panjang insiden serupa di PETI Lobu. Beberapa kejadian fatal sebelumnya antara lain:
-
Februari 2023: Seorang perempuan meninggal dunia akibat tertimbun longsor saat mendulang emas.
-
April 2023: Lima orang penambang tewas tertimbun longsor di lokasi PETI Pegunungan Tagena, Desa Lobu.
Rentetan peristiwa tersebut memperlihatkan bahwa risiko keselamatan di area PETI Lobu telah berulang kali menelan korban, namun belum diikuti dengan penanganan komprehensif yang mampu menghentikan aktivitas berbahaya tersebut secara permanen.
Menanti Ketegasan Penegakan Hukum
Tragedi longsor di PETI Lobu kembali memunculkan pertanyaan serius terkait pengawasan, penegakan hukum, serta komitmen pemerintah dalam melindungi keselamatan warga. Di satu sisi, aktivitas PETI menjadi sumber penghidupan bagi sebagian masyarakat, namun di sisi lain menyimpan ancaman maut yang terus berulang.
Hingga kini, aparat kepolisian masih melakukan pendalaman terkait peristiwa tersebut. Semua pihak yang disebutkan dalam laporan ini masih berstatus terperiksa, dan proses hukum akan berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dengan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah.





