Tentara Indonesia dan pemuda Surabaya lebih memilih melakukan perlawanan pada tentara sekutu hingga titik darah penghabisan, dan di tambah lagi dengan orasi berapai-api dari Bung Tomo lewat siaran radio yang semakin menggelorakan semangat para perjuangan arek Surabaya.
Selain Bung Tomo juga ada KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah serta para kyai dari pesantren lain yang mengeluarkan fatwa jihad serta mengerahkan santri-santri mereka untuk ikut dalam perlawanan itu.
Akhirnya, Pertempuran yang ditunggu-tunggu itu pun tiba. Masing-masing pasukan pemuda dan tentara Indonesia, dikerahkan ke pos dan pangkalannya masing-masing untuk siap tempur.
Pertempuran hebat pun terjadi, dengan bermodalkan senjata seadanya dari hasil rampasan Jepang, segenap rakyat, tentara Indonesia dan pemuda Surabaya berjuang bersama dalam pertempuran paling brutal dalam sejarah Indonesia itu.
Kekuatan perang yang berhasil tercatat di kedua belah pihak ini terdapat setidaknya 20.000 tentara dan 100.000 sukarelawan di pihak Indonesia, sementara pihak sekutu terdapat setidaknya 30.000 tentara yang juga dibantu dengan berbagai peralatan perang canggih mereka, yaitu tank, kapal perang, serta pesawat tempur yang modern kala itu.
Pertempuran meluluh lantahkan Surabaya yang diperkirakan cukup tiga hari saja, ternyata pasukan Indonesia mampu menahan gempuran pasukan sekutu hingga tiga minggu lamanya.
Akibat perang ini, banyak korban jiwa pada kedua belah pihak. Namun, khususnya untuk masyarakat Surabaya yang kehilangan 20.000 korban jiwa dan pada pihak sekutu kehilangan kurang lebih 1.500 korban jiwa.
Setelah satu tahun terjadinya pertempuran tersebut, Presiden Soekarno yang menjabat menjadi Presiden Negara Indonesia saat itu menetapkan bahwa setiap tanggal 10 November masyarakat Indonesia akan memperingati hari tersebut sebagai Hari Pahlawan. Oleh sebab itu, hingga kini masyarakat Indonesia masih memperingati perjuangan para pahlawan dengan mengingat jasa para pejuang setiap tanggal 10 November. (AHK)