READNEWS.ID, PALU – Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Zullikar Tanjung, S.H., M.H., didampingi Aspidum Fithrah, S.H., M.H., kembali memimpin ekspose penghentian penuntutan berdasarkan pendekatan restorative justice.
Proses tersebut berlangsung di Aula Vicon Kejati Sulteng secara virtual bersama Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAMPIDUM) Kejaksaan RI dan jajaran terkait.
Ekspose kali ini membahas dua kasus dengan latar belakang yang kompleks dan bernuansa emosional. Kasus pertama berasal dari Kejaksaan Negeri Palu dengan tersangka Mustafa alias Mustafa, yang diduga melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP terkait penadahan sepeda motor curian. Sepeda motor tersebut digunakan Mustafa untuk keperluan sehari-hari, dan tindakannya didorong oleh desakan kebutuhan hidup.
Dalam musyawarah bersama korban, aparat hukum, dan tersangka, disepakati bahwa penyelesaian secara kekeluargaan lebih mencerminkan esensi keadilan. Mustafa mengakui kesalahannya, menyampaikan penyesalan mendalam, dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya.
Kasus kedua berasal dari Kejaksaan Negeri Morowali dengan tersangka Muhammad Arman alias Arman, yang didakwa melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP akibat tindakan penganiayaan ringan.
Peristiwa bermula dari kesalahpahaman yang memicu emosi tak terkendali, berujung pada tindakan kekerasan yang dilaporkan oleh korban. Namun, melalui mediasi intensif, Arman dan korban sepakat menyelesaikan perkara secara damai di luar jalur pengadilan. Tersangka menyampaikan permohonan maaf, yang diterima dengan besar hati oleh korban.
Wakajati Sulteng menegaskan bahwa penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice bukanlah bentuk kelonggaran hukum, melainkan cerminan dari nilai-nilai kemanusiaan dan esensi keadilan. Pendekatan ini bertujuan untuk memperbaiki hubungan sosial tanpa mengesampingkan tanggung jawab hukum, terutama dalam kasus dengan motif keterdesakan dan kesalahan yang tidak berulang.