Padahal lanjut dia, jika dikembangkan dengan baik, ubi Banggai bisa jadi produk pangan unggulan berbasis wilayah yang bahkan boleh dibilang lebih sehat jika disandingkan dengan beras.

“Sayangnya, riset maupun penelitian terkait pengembangan komoditas ini belum banyak dilakukan, sehingga informasi tentang potensi dan nilai keekonomiannya tergolong cukup minim,” imbuh Ojeng.

Dari beberapa literatur ilmiah diketahui saat ini setidaknya ada 29 varietas ubi Banggai semisal baku Sombok, baku Pau Ateno, baku Babangi Ungu, baku Tu Moute, baku Balayon, baku Amangkul, baku Apal dan baku Solovia yang masih bertahan di jagad Benggawi dan semuanya berpotensi untuk dikembangkaan sebagai varietas unggul lokal spesifik.

Akhirnya kata Ojeng mengutip sambutan wakil Bupati Balut, Ablit H.Ilyas yang mewakili bupati Sofyan Kaepa bahwa ritual adat Sasampe selain sebagai tanda ucapan syukur kepada Allah, acara ini juga menjadi momentum sangat baik sebagai ajang siraturahim antara dua kabupaten Banggai Laut dan Banggai Kepulauan. Lebih detail di tautan

“Semoga ritual ini bisa tetap di jaga dan dilestarikan karena semakin banyak kita bersyukur atas nikmat-Nya maka semakin bertambah nikmat itu dicucurkan Allah, SWT (al-Ayat, red) pada kita. Bagitu kira-kira yang bisa saya kutip, utus,” pungkas Ojeng. (Sbt)