READNEWS.ID, JAKARTA – Indonesia kembali menjadi sasaran empuk peretasan (hacker) dan pencurian data. Saking seringnya, ketika serangan itu datang lagi, sistem kita sukses dijebol lagi.
Pada pada Kamis (20/06/2024) lalu, Sistem keimigrasian mulai mengalami gangguan Akibatnya, antrean pun mengular di imigrasi bandara akibat sistem yang sebelumnya otomatis harus diganti manual. Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi mengatakan seluruh layanan imigrasi terdampak gara-gara gangguan di sistem PDN tersebut.
Setelah beberapa hari berupaya, Akhirnya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pada Rabu (26/06/2024) merilis analisis forensik sementara terhadap serangan ransomware ke PDNS 2.
Dalam laporannya dijelaskan bahwa Windows Defender (Red-Antivirus bawaan Windows) mengalami crash saat serangan Ransomware Brain Cipher terjadi, Dan hal hasil, Pusat Data Nasional Sementara (PDNS 2) tidak dapat di recovery.
Sistem komputer Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI dan Inafis Polri kabarnya juga mengalami peretasan sehingga mengakibatkan kebocoran data yang dijual oleh peretas dengan code name MoonzHaxor itu. Sejumlah data yang diduga berisi informasi penting tersebut dijual di dark web.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Nugraha Gumilar menyebut, pihaknya merespons serangan tersebut dengan mematikan sementara server BAIS TNI untuk kepentingan penyelidikan.
“Data yang diretas adalah data lama dan di-release (siarkan) pada tahun 2024. Saat ini server sudah dinonaktifkan untuk kepentingan penyelidikan yang lebih lanjut,” kata Nugraha saat dihubungi di Jakarta, Rabu (26/06/2024), dikutip dari ANTARA.
Sementara itu, Polri akan mengecek dan melakukan mitigasi terkait dugaan data Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (INAFIS) Polri diperjualbelikan di situs gelap (dark web).
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengungkapkan bahwa pihaknya akan segera menindaklanjuti isu ini.
“Nanti kita mitigasi, kita cek kembali karena ini menjadi isu-isu yang lagi menarik saat ini,” kata Irjen Sandi Nugroho kepada wartawan, Rabu (26/06/2024).
Usai pengumuman serangan siber oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) tersebut, Warganet melalui media sosial X (sebelumnya Twitter), ramai-ramai menyoroti bahkan menyindir penggunaan antivirus gratis (Windows Defender) untuk melindungi keamanan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 yang jadi korban serangan siber ransomware.
“Server sekelas PDNS mestinya sudah pakai level security endpoint protection platform (EPP) dan endpoint detection response (EDR), Windows Defender mah buat apaan,” kata akun @en***.
“Ya ampuun, data publik se-Indonesia cuma dijaga pake Aplikasi Gratisan Windows?” tulis akun @Al****.
Warganet lain juga menyindir bahwa sistem Windows yang digunakan PDNS2 dibeli di e-commerce harganya hanya Rp25 ribu.
“Itu Windows-nya palingan juga beli key di toko oren/ijo Rp25.000 dan anggarannya di tulis Rp2,7 triliun,” tulis akun @Th****.
“Mosok Window Defender, anggaran triliunan cuman pakai bawaan Windows? Ini serius ada indikasi pelanggaran korupsi,” cuit akun @jol***
Sementara itu, Pengamat keamanan siber Vaksincom, Alfons Tanujaya juga mempertanyakan penggunaan Windows Defender yang digunakan di Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2.
“Karena performa Windows Defender itu kan basic dan masa sekelas PDN nggak mampu pakai antivirus selain Windows Defender, dan tidak ada proteksi tambahan lain seperti firewall atau Cisco Pix gitu,” ujar Alfons, Rabu (26/06/2024).
“Kalau ada dari situ kan bisa dilacak trace dan usaha masuknya. Kita semua ketahui, ransomware setiap kali menyerang akan menyamarkan dirinya mengubah kompilasinya atau codingnya dan antivirus apapun termasuk Windows defender akan kesulitan mengidentifikasi nya,” tambahnya. (AHK)