READNEWS.ID, PALU – Lembaga Sapu Bersih Korupsi (Saber Korupsi) secara resmi mengumumkan rencana pelaksanaan aksi damai guna mengawal dugaan terjadinya tindak pidana korupsi serta pelanggaran perizinan di sektor pertambangan wilayah Provinsi Sulawesi Tengah.

Aksi tersebut merupakan bentuk pengawasan publik terhadap maraknya dugaan aktivitas tambang ilegal, praktik gratifikasi perizinan, kerusakan kawasan hutan, serta penggunaan dokumen yang diduga tidak sah dalam proses penerbitan izin usaha pertambangan.

Rencana aksi tercantum dalam surat pemberitahuan resmi Nomor 025/SK-Pemberitahuan/XII/2025 yang ditujukan kepada Kepala Kepolisian Resor Kota Palu, Komisaris Besar Polisi Deny Abrahams, S.H., S.I.K., M.H. Penanggung jawab kegiatan tercatat atas nama Herfiansyah Radengkilo selaku Wakil Ketua Umum Saber Korupsi.

Aksi damai dijadwalkan berlangsung pada 8 Desember, mulai pukul 10.00 hingga 17.00 WITA. Titik kumpul massa ditetapkan di Jalan Dr. Sam Ratulangi Nomor 78, Palu Timur, dengan perkiraan jumlah peserta sekitar 100 orang. Sejumlah perlengkapan aksi, seperti spanduk, banner, bendera, mobil komando, dan perangkat pengeras suara, akan digunakan sebagai sarana penyampaian aspirasi.

Lokasi yang akan menjadi sasaran penyampaian aspirasi meliputi Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, Kodam XXIII/Palaka Wira, serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Tengah.

Saber Korupsi menyampaikan bahwa fokus tuntutan diarahkan pada dugaan keberadaan tambang nikel ilegal, praktik gratifikasi dan jual-beli izin pertambangan, potensi kerugian negara yang ditimbulkan, perusakan kawasan hutan dan daerah aliran sungai (DAS), serta dugaan penggunaan dokumen palsu dalam penurunan status hutan lindung dan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Sumber Swarna Pratama (PT SSP).

Menurut keterangan Wakil Ketua Umum DPP Saber Korupsi, Herfiansyah Radengkilo, aktivitas pertambangan yang diduga bermasalah telah menimbulkan dampak yang luas terhadap lingkungan hidup serta kehidupan sosial masyarakat di sekitar wilayah terdampak. Dampak tersebut dinilai tidak hanya bersifat ekonomi, melainkan juga ekologis dan struktural terhadap tatanan ruang hidup masyarakat.

“Aksi akan diselenggarakan secara damai, tertib, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pelaksanaan kegiatan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terkait dugaan pemalsuan dokumen,” ujarnya.

Lebih lanjut disampaikan bahwa negara memiliki kewajiban untuk hadir secara tegas dalam menangani berbagai dugaan pelanggaran hukum di sektor pertambangan, khususnya yang berpotensi melibatkan kepentingan modal berskala besar. Penegakan hukum dinilai tidak boleh tertunda serta harus dilakukan secara independen dan transparan.

Isu pertambangan di Sulawesi Tengah dinilai telah melampaui sekadar persoalan administratif, melainkan berpotensi memasuki ranah tindak pidana yang berdampak serius terhadap keberlanjutan lingkungan dan sumber daya alam. Dugaan rekayasa dokumen dalam perubahan status kawasan hutan serta penerbitan izin dinilai sebagai pelanggaran serius yang memerlukan penanganan hukum secara komprehensif.

Kerusakan hutan, pencemaran aliran sungai, serta penyusutan ruang hidup masyarakat menjadi konsekuensi nyata yang dilaporkan terjadi di sejumlah wilayah. Oleh karena itu, pengawasan masyarakat sipil dan tindak lanjut aparat penegak hukum dipandang sebagai bagian penting dalam menjaga prinsip keadilan ekologis serta tata kelola pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab.

Momentum aksi damai yang direncanakan pada 8 Desember 2025 tersebut dipandang sebagai bentuk partisipasi publik dalam mengawal jalannya supremasi hukum, khususnya pada sektor pertambangan yang rawan konflik kepentingan serta pelanggaran aturan.