3. Terhadap data yang tersajikan oleh FK MATA dan The Tarumanagara Centre akan dilihat dan disesuaikan dengan peta yang ada pada Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi.
4. Beliau secara pribadi tidak menjamin akurasinya terhadap peta yang ada di bhumiatrbpn.go.id yang disajikan tetapi akan dilakukan pengecekan terlebih dahulu.
5. Terhadap data sertifikat yang ada pada kawasan hutan itu adalah produk lama dan program bersama yang sudah mendapatkan persetujuan dari Kementrian Kehutanan dulu (sekarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI).
6. Setiap peta bidang yang muncul di aplikasi bhumiatrbpn.go.id adalah bidang yang sudah memiliki NIB (Nomor Induk Bidang) jadi tidak mungkin ada bidang sertifikat yang muncul di kawasan hutan ataupun di laut.
7. Meminta ditunjukan data dan atau salah satu data kepemilikan sertifikat yang muncul di kawasan hutan atau di laut.
8. Meminta data NIB yang ada dalam data yang di tampilkan oleh FK MATA dan The Tarumajaya Centre.
9. Untuk lebih detail pembahasannya akan diundang secara resmi untuk audiensi pada hari Senin tanggal 20 Mei 2024 untuk audiensi dengan melibatkan semua leading sektor terakait baik internal maupun eksternal BPN Kabupaten Bekasi.
Lebih lanjut, FK Mata dan The Tarumanagara Centre menyimpulkan dari hasil pertemuan dengan pihak BPN Kabupaten Bekasi pada tanggal 13 Mei 2024 sebagai berikut:
1.Tidak adanya keseriusan dari pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi terkait permasalahan timbulnya sertifikat pada kawasan hutan BKPH Ujungkrawang dan Kawasan Pesisir Pantai sampai Laut Tarumajaya.
2. Adanya pengingkaran dan seolah-olah melepaskan tanggungjawab terhadap permasaahan yang ada dengan menyatakan disclaimer peta pada aplikasi sentuh tanahku dan bhumiatrbpn.go.id.
3. Tidak konsistenya Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi dengan terbitnya bidang-bidang sertifikat dengan meminta data dan atau menunjukan data pada kami, dan setelah ditunjukan datanya, beliau mengatakan bahwa itu produk lama dan mereka pun pusing. Mereka saja yang merupakan lembaga yang tugas pokoknya menerbitkan sertifikat pusing, apalagi kita yang bukan pemangku kebijakan.
4. Terkait dengan terbitnya sertifikat pada kawasan hutan dan pesisir pantai sampai dengan laut, terindikasi adanya upaya dan praktek-praktek mafia tanah dengan cara menerbitkan sertifikat dengan tidak memilki dsar penerbitan atau mal administrasi.
5. Terhadap point 4 (empat) diatas perlu adanya penggalian lebih lanjut terhadap semua unsur terkait dimulai dari Pemohon, Kepala Desa dan BPN itu sendiri.
6. Secara administrasi dengan munculnya bidang sertifikat yang terpetakan pada aplikasi bhumiatrbpn.go.id pda kawasan hutan dan pesisir pantai sampai laut adalah mal administrasi dan diindikasikan adanya tindakan korupsi dengan menggunakan anggaran negara untuk menerbitkan legalitas bukan pada tempatnya.
7. Dengan munculnya permasalahan tersebut, masyarakat di sekitar kawasan hutan (KTH) dan Nelayan Pesisir adalah korban nyata bahwa Negara tidak bisa hadir dihadapan masyarakat untuk memperjuangkan kehidupan yang layak, karena lahan yang mereka usahakan sudah diklaim dan dikuasai oleh para mafia tanah dengan bersandar pada legalitas penerbitan sertifikat.
8. Apabila ini tetap tidak bisa selesaikan maka kami akan melanjutkan temuan ini ke jenjang yang lebih tinggi baik ke tingkat kementrian dan Satgas Anti Mafia Tanah. (AHK)





