READNEWS.ID, METROPOLITAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Utama PT Pertamia Nicke Widyawati untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi atas kasus dugaan Korupsi Liquefied Natural Gas (LNG) PT Pertamina, Kamis (26/10).
“Hari ini tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi, Nicke Widyawati,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (26/10).
Nicke pun hadir dalam panggilan tersebut. Saat ini dia sedang menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik di Gedung Merah Putih KPK.
Ali mengatakan, timnya membutuhkan keterangan dari Nicke guna mendalami proses penyidikan yang sedang berlangsung di KPK terkait kasus dugaan Korupsi pengadaan LNG PT Pertamina yang menyeret nama eks Dirut Pertamina periode 2009-2014 Karen Agustiawan sebagai tersangka.
“Penyidikan perkara dugaan Korupsi terkait pengadaan Liquefied Natural Gas di PT Pertamina tahun 2011-2021 dengan tersangka GKK (Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan). ucapnya.
KPK juga memanggil saksi lainnya dalam kasus tersebut yaitu, Asisten ahli UKP-PPP Agung Wicaksono dan Pegawa SKK Migas Rayendra Sidik. Namun, belum diketahui peran dari para saksi yang di panggil KPK saat ini.
Sebelumnya, KPK telah melakukan pemeriksaan kepada Dwi Soetjipto yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina periode 2014-2017. Dia diperiksa sebagai saksi oleh tim penyidik KPK.
Adapaun, Kasus dugaan Korupsi pengadaan LNG bermula saat Karen Agustiawan menjabat sebagai Dirut PT Pertamina mengeluarkan kebijakan pada tahun 2012 untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG baik di dalam negeri maupun luar negeri untuk mengatasi terjadinya defisit Gas di indonesia yang di perkirakan terjadi pada kurun waktu 2009 sampai dengan 2040.
Kerjasama akhirnya terjalin dengan beberapa produsen dan supplier di antaranya berasal dari Amerika Serikat yaitu CCL (Corpus Christi liquefaction). Namun, kerja sama tersebut tanpa melakukan kajian dan analisis menyeluruh dan tidak melaporkan kepada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.
Tidak hanya itu, pelaporan yang akan menjadi pembahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini Pemerintah, tidak di lakukan oleh KA. Sehingga tindakannya tersebut tidak mendapatkan persetujuan dari pemerintah saat itu.
Di sisi lain, seluruh cargo LNG milik PT Pertamina yang di beli dari perusahaan CCL LLC asal amerika tersebut tidak terserap di pasar domestik yang mengakibatkan cargo LNG menjadi over supply.
Atas kondisi over supply tersebut, terpaksa harus dijual rugi cargo-cargo LNG tersebut di pasar internasional oleh PT Pertamina Persero.
Atas perbuatan KA tersebut, negara mengalami kerugian hingga 147 juta dolar atau setara dengan Rp. 2,1 triliun. (Ardi).