Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah justru melihat koalisi Ganjar-Mahfud dengan Anies-Muhaimin pasti terbentuk. Ia melihat relasi PDIP dengan PKS terus membaik di berbagai daerah.

“Relasi PDIP dan PKS sebenarnya tidak ada masalah, mereka hanya jarang berkoalisi. PDIP dan PKS di daerah, semisal di Madura, terbukti berhasil memenangkan kontestasi pilkada, artinya ada peluang PDIP dan PKS sejalan dalam pilpres,” ujar Dedi, Senin (15/1/2024).

Dedi juga mengamati bahwa kekuatan poros oposisi baru akan bertambah bila Ganjar-Mahfud dengan Anies-Muhaimin bergabung di putaran kedua.

Meski begitu, hal itu belum menjamin kemenangan namu Dedi melihat potensi pendukung Ganjar ataupun Anies yang menyeberang ke Prabowo.

“Tentu gabungan dukungan itu memungkinkan adanya tambahan kekuatan, meskipun Prabowo tetap saja masih bisa mendapat limpahan suara dari kubu Ganjar atau Anies jika di antara mereka gagal,” ucap Dedi.

Analis Politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago menilai sebagai wacana, koalisi ini sah-sah saja. Apalagi dengan posisi Paslon 01 dan 03 yang sama-sama menawarkan wacana oposisi dengan paslon 02.

“Sebagai semangat untuk memperoleh dukungan tambahan menjelang pemilu 2024. Strategi yang digunakan cukup menarik, apalagi di balik jauhnya ketertinggalan elektabilitas paslon 01 dan 03 dengan 02 versi berbagai lembaga survei”, ujar Arifki, Senin (15/1/2024).

Namun begitu, Arifki menyebutkan bahwa di balik narasi oposisi yang dibangun oleh Paslon 01 dan 03, secara akar rumput sedikit sulit mempertemukan ideologi dan kepentingan partai pengusung Ganjar dan Anies. Nantinya PKS dan PDI-P bersatu diakar rumput untuk mendukung capres yang sama.

“Agak susah menemukan variabel 01 dan 03 ini bersatu. Artinya satu gerakan kiri, satu gerakan kanan. Kalau misalnya 03 ketemu 02 masih mending, 02 ketemu 01 masih mending, karena PKS dulu dukung Prabowo juga kan. Jadi nggak kebayang sama saya, PKS sama PDIP ketemu. Ini yang akan menyulitkan,” ujarnya. (AHK)