READNEWS.ID, PARIGI MOUTONG – Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah, kembali menjadi sorotan publik. Kondisi tersebut dinilai telah memasuki tahap darurat, seiring dengan semakin meluasnya kegiatan penambangan ilegal yang sulit diberantas.

Indikasi adanya bekingan kuat dari pihak tertentu diduga menjadi salah satu faktor utama yang membuat aktivitas tersebut tetap berjalan tanpa hambatan.

Berdasarkan informasi yang beredar, aktivitas PETI di Desa Karya Mandiri, Kecamatan Ongka Malino, diduga mendapatkan dukungan dari oknum pensiunan perwira tinggi berpangkat jenderal bintang satu. Selain itu, kegiatan penambangan tersebut dikabarkan mendapat sokongan dana dari seorang pengusaha asal Kalimantan yang dikenal dengan sapaan Hj. Wati.

Aktivitas penambangan ilegal di lokasi tersebut bahkan disebut telah menggunakan alat berat secara terbuka tanpa adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum. Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat di masyarakat bahwa kegiatan PETI di Karya Mandiri memiliki perlindungan dari pihak-pihak berpengaruh.

Rumor semakin berkembang setelah beredar kabar bahwa oknum jenderal yang disebut-sebut membekingi aktivitas PETI tersebut pernah berada, bahkan menginap, di Desa Mensung yang terletak di kaki Gunung Tinombala—wilayah yang berdekatan dengan lokasi penambangan.

GEBRAK dan PROBO Akan Laporkan Temuan ke Kapolri dan Presiden RI

Menanggapi fenomena tersebut, organisasi Gerakan Bersama Rakyat Antikorupsi (GEBRAK) bersama Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Relawan Pro Prabowo (PROBO) berencana melaporkan hasil investigasi lapangan kepada Kapolri, Kejaksaan Agung, serta Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.

Wakil Ketua GEBRAK, Moh. Fadli Ladjinta, menyatakan bahwa pihaknya menilai aktivitas PETI di Parigi Moutong bukan lagi sekadar pelanggaran hukum biasa, melainkan sudah mengarah pada pembangkangan terhadap negara.

“Para oknum yang diduga terlibat ini secara terang-terangan menantang negara dan Presiden RI. Mereka adalah parasit dari semangat pemerintahan yang bersih yang sedang diperjuangkan Presiden,” ujar Fadli kepada media ini.

Berdasarkan hasil konfirmasi, Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng) dan Kepolisian Resor (Polres) Parigi Moutong menampik adanya keterlibatan personelnya dalam aktivitas penambangan di Desa Karya Mandiri. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan PETI masih terus berlangsung di sejumlah titik, menimbulkan kecurigaan publik terhadap adanya dugaan pembiaran atau keterlibatan oknum aparat penegak hukum.

“Kami telah menanyakan hal ini langsung kepada Polsek Moutong, Polres Parimo, dan Polda Sulteng. Mereka menegaskan tidak ada campur tangan anggota kepolisian. Tetapi, faktanya aktivitas PETI masih berjalan. Mengapa tidak ditindak?” ujarnya.

Melihat ketidaksesuaian antara pernyataan resmi dan realitas di lapangan, GEBRAK memutuskan membentuk tim investigasi khusus untuk menghimpun bukti-bukti terkait dugaan keterlibatan oknum pengusaha, pejabat, maupun aparat penegak hukum dalam kegiatan PETI di wilayah tersebut.

“Tim investigasi ini akan bekerja menghimpun data faktual yang selanjutnya akan kami laporkan ke instansi pusat dengan pendampingan rekan-rekan dari DPN PROBO di Jakarta,” pungkas Fadli.

Fenomena maraknya PETI di Parigi Moutong memperlihatkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di sektor pertambangan. Aktivitas penambangan tanpa izin tidak hanya merugikan negara dari sisi ekonomi, tetapi juga menimbulkan kerusakan lingkungan yang signifikan serta potensi konflik sosial di tingkat lokal.

GEBRAK menyerukan agar pemerintah pusat, melalui aparat penegak hukum dan instansi terkait, mengambil langkah tegas dan transparan untuk menindak para pelaku, termasuk pihak-pihak yang diduga menjadi beking di balik operasi ilegal tersebut.

Kasus ini menegaskan bahwa pemberantasan PETI tidak dapat berhasil tanpa adanya keberanian aparat hukum untuk menindak siapa pun yang terlibat, tanpa pandang jabatan, status sosial, atau latar belakang kekuasaan.