READNEWS.ID, PALU – Belakangan ini muncul kontroversi terkait dukungan politik yang melibatkan nama keluarga pendiri Alkhairaat, yang berpotensi memicu polarisasi di internal organisasi keagamaan tersebut.
Alkhairaat, sebuah organisasi keagamaan yang didirikan pada 11 Juni 1930 oleh H.S. Idrus Bin Salim Aljufri (Guru Tua), dikenal sebagai lembaga non-politik yang fokus pada pendidikan, dakwah, dan sosial.
Dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Alkhairaat, dinyatakan dengan jelas bahwa organisasi ini tidak berafiliasi dengan partai politik mana pun. Meskipun demikian, keterlibatan para habib, ulama, dan kiai dari Alkhairaat dalam politik seringkali menjadi perdebatan, terutama saat menjelang pemilihan umum.
Pada Pilkada Sulteng 2024, nama-nama seperti Ahmad Ali yang berpasangan dengan Abdul Karim Aljufri, serta Anwar Hafid yang berpasangan dengan Reny Lamajido, menjadi kandidat utama. Ahmad Ali didukung oleh partai-partai seperti Nasdem, Gerindra, Golkar, PKB, PAN, PPP, dan PSI. Sementara itu, Anwar Hafid mendapatkan dukungan dari Demokrat, PKS, dan PBB.
Kontroversi Terbaru: Dukungan Keluarga Pendiri
Berita terbaru yang dimuat oleh Sindonews pada 20 Agustus 2024 (berita terkait baca disini) mengklaim bahwa Anwar Hafid mendapatkan dukungan penuh dari keluarga pendiri Alkhairaat.
Menurut salah satu cicit Guru Tua sekaligus tokoh muda Alkhairaat, Habib Sadig Al habsyi. Yang dimaksud adalah “mereka” kata Anwar Hafid yakni yang terafiliasi dengan PKS, partai politik yang juga mendukung Anwar Hafid.
“Apa yang diungkapkan Anwar Hafid dalam berita di salah satu media tersebut tidak mewakili seluruh suara keluarga Alkhairaat. Apalagi merepresentasikan secara utuh suara mayoritas abnaul khairaat. Jadi Statemen soal Anwar Hafid Didukung Penuh Keluarga Pendiri Alkhairaat itu suatu kebohongan, ujar Habib Sadig.
Pada Pilkada 2015, Alkhairaat mengalami perpecahan internal setelah maklumat yang dikeluarkan untuk mendukung salah satu kandidat, meskipun kedua kandidat tersebut adalah kader Alkhairaat. Maklumat tersebut menyebabkan polarisasi di kalangan anggota, dengan sebagian menganggapnya sebagai hak politik ketua utama, sementara yang lain melihatnya sebagai fatwa yang harus diikuti. Perpecahan ini tidak hanya berdampak pada internal Alkhairaat tetapi juga menimbulkan ketegangan di kalangan pengikut eksternal.
Potensi Dampak dan Respon Terhadap Dukungan Politik
Dengan jumlah pengikut yang mencapai sekitar 20 juta, pernyataan-pernyataan politik yang melibatkan nama besar dari keluarga pendiri Alkhairaat berpotensi menimbulkan stigma dan perpecahan lebih lanjut di kalangan kader dan anggota. Beberapa anggota Alkhairaat menilai bahwa dukungan politik dari pihak-pihak tertentu bisa mengaburkan netralitas lembaga dan memperburuk ketegangan internal.
Olehnya menurut Habib Sadig, Dr. Salim, Sakina Aljufri, dan Alwi bin Saggaf Aljufri, yang terafiliasi dengan PKS, disebut-sebut terlibat dalam kontroversi ini. Mereka, bersama dengan Abdullah Riza bin Hasan Aljufri, dikritik karena keterlibatan mereka dalam yayasan Islam Alkhairaat dan penolakan mereka untuk bergabung dalam Lembaga Dzuriyyah Guru Tua, sebuah lembaga yang mengelola yayasan tersebut.
Lanjut Habib Sadig, menekankan pentingnya menjaga netralitas organisasi keagamaan dalam politik. Organisasi keagamaan seharusnya berfungsi sebagai wadah untuk pendidikan dan pengembangan spiritual, bukan sebagai alat untuk kepentingan politik praktis.”
“Perpecahan internal yang disebabkan oleh dukungan politik dapat melemahkan kekuatan dan solidaritas internal sebuah organisasi. Untuk itu organisasi keagamaan seperti Alkhairaat harus menjaga netralitasnya” pungkasnya.