READNEWS.ID, JAKARTA – Wacana Hak Angket oleh DPR untuk menyikapi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat capres-cawapres kini telah bergulir.
Usulan penggunaan Hak Konstitusional (Hak Angket) ini di sampaikan langsung dalam rapat Paripurna DPR RI ke-8 masa persidangan II Tahun Sidang 2023-2024, Selasa (31/10/2023) oleh salah satu anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu.
Para Pakar Hukum Tata Negara, Politisi hingga Pengamat Politik banyak yang menilai bahwa penggunaan Hak Konstitusional ini merupakan celah sekaligus jalan masuk untuk memakzulkan Presiden Joko Widodo.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syaifullah Tamliha menilai putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dan Hak Angket DPR terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membuka peluang pemakzulan Presiden.
Tamliha memandang, apabila MKMK menemukan ada pertemuan yang diatur dan diskenariokan oleh presiden, maka DPR bisa mengajukan Hak Angket.
“Ya kalau MKMK ternyata ada temuan, ada pertemuan-pertemuan yang diatur dari awal, diskenario dari awal oleh presiden, itu bisa digunakan Hak Angket,” ujar Tamliha di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (2/11/2023).
Tamliha menilai sejak awal putusan MK terkait syarat usia capres-cawapres bermasalah karena konflik kepentingan Ketua MK Anwar Usman dan Presiden Jokowi.
“Jadi mereka yang berkonflik, misalnya saya punya saudara atau punya ponakan, nah sebaiknya hakim itu harus mundur,” ujar Tamliha.
“Dan itu sudah dilakukan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam putusan sebelumnya yang nomor 50. Kan begitu. Tetapi kenapa kemudian dia ikut ke (gugatan) 90 itu? Itu kan ada dua alasan dia, pertama sakit, kedua tidak memungkinkan dia karena itu menyangkut kerabat dia,” imbuh Tamliha.
Presidium Nasional, Partai Hijau Indonesia (PHI), John Muhammad justru telah mencium adanya campur tangan kuat dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait putusan MK.
“PHI juga mencermati adanya dugaan kuat intervensi Presiden Jokowi kepada Mahkamah Konstitusi melalui Ketuanya, Anwar Usman, yang sekaligus merupakan saudara ipar Jokowi,” ujar John, Kamis (2/11/2023).
Menurutnya, putusan Majelis Hakim itu harus diperiksa dengan teliti oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Lantaran, kuat dugaan adanya unsur nepotisme dalam putusan tersebut.
“Putusannya yang meloloskan putra sulung Jokowi yaitu Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden patut diperiksa lebih jauh sebagai penyelewengan konstitusi,” tegasnya.
Atas dasar itu, PHI meminta agar Presiden Joko Widodo dimakzulkan, karena melakukan pengkhianatan terhadap konstitusi.
“Praktik ini dapat dianggap sebagai pengkhianatan konstitusi yang memiliki konsekuensi hukum yang serius, yaitu pemakzulan,” ucap John.
Pakar Hukum Tata Negara dan peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari menjelaskan bahwa yang bisa diselidiki DPR lewat Hak Angketnya terhadap Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 ialah dugaan nepotisme yang belakangan jadi perhatian. DPR bisa menyelidiki dugaan kepentingan pihak-pihak tertentu, seperti presiden, dalam polemik putusan MK ini.
“Kalau pendapat DPR menyatakan ada pelanggaran hukum yang melibatkan presiden, maka presiden yang akan terdampak,” ujar Feri, Kamis (2/11/2023).
Selain itu, hasil penyelidikan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) juga bisa menjadi dasar uji materi, seandainya MKMK memutuskan ada dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi dalam putusan ini.
“Itu akan menjadi alasan baru untuk mengajukan permohonan. Atau publik bisa juga mengajukan permohonan pengujian kembali dengan alasan berbeda, lalu putusan MKMK dan Hak Angket DPR bisa jadi alat bukti di dalam persidangan,” ungkap Feri.(AHK)