Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada korban, yang akhirnya menerima permintaan maaf tersebut serta menyatakan tidak ingin melanjutkan proses hukum.
Kejaksaan Tinggi Aceh, setelah mempelajari perkara ini, mendukung penghentian penuntutan dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum, yang akhirnya menyetujui permohonan tersebut dalam ekspose Restorative Justice.
Selain kasus Nazaruddin, lima perkara lain juga diselesaikan melalui keadilan restoratif, yakni:
- Tersangka Selvi Salim alias Epi dari Kejaksaan Negeri Morowali Utara (Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan).
- Tersangka Ismail Marjuki bin Idris dari Kejaksaan Negeri Samarinda (Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan).
- Tersangka Adi Sakti alias Adi dari Kejaksaan Negeri Donggala (Pasal 362 KUHP tentang Pencurian).
- Tersangka Imran alias Uwo dari Kejaksaan Negeri Donggala (Pasal 362 KUHP tentang Pencurian jo. Pasal 56 Ayat (1) KUHP).
- Tersangka I Yola Herniasih binti Hera Santa Dyna dan Tersangka II Dyna Eva Adrence Tulandi dari Kejaksaan Negeri Balikpapan (Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 KUHP).
Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain:
- Telah dilakukan perdamaian antara tersangka dan korban.
- Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana.
- Ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun.
- Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
- Perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa paksaan.
- Penyelesaian perkara melalui jalur persidangan dinilai tidak memberikan manfaat yang lebih besar bagi semua pihak.
- Masyarakat merespons positif penyelesaian perkara melalui pendekatan ini.
JAM-Pidum menegaskan bahwa para Kepala Kejaksaan Negeri yang menangani perkara ini harus segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Pendekatan keadilan restoratif ini merupakan langkah nyata Kejaksaan dalam mewujudkan kepastian hukum yang berkeadilan serta lebih bermanfaat bagi masyarakat,” pungkas JAM-Pidum.