READNEWS.ID, JAKARTA – Di balik meja kekuasaan Kabupaten Ponorogo, rupanya tersimpan jaringan transaksi gelap yang rapi dan berlapis. Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 7 November 2025 menjadi pintu masuk untuk membongkar skema suap jabatan dan proyek bernilai miliaran rupiah.

Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, kini menjadi tokoh sentral dalam pusaran perkara itu. Ia tidak sendirian. Sekretaris Daerah Agus Pramono, Direktur RSUD Dr. Harjono Yunus Mahatma, dan rekanan proyek Sucipto ikut terseret sebagai tersangka.

Berdasarkan hasil penyidikan, benang merah kasus ini bermula dari kekhawatiran Yunus akan posisinya sebagai direktur RSUD yang terancam diganti. Informasi internal menyebut, bupati sudah menyiapkan nama pengganti. Dalam kondisi terdesak, Yunus memilih cara cepat: membayar agar tetap menjabat.

Pada Februari 2025, uang senilai Rp400 juta dikirim kepada Bupati Sugiri melalui ajudannya. Beberapa bulan kemudian, Rp325 juta kembali diserahkan kepada Sekda Ponorogo, Agus Pramono. Aliran terakhir, senilai Rp500 juta, diserahkan pada 7 November 2025 — hari yang sama ketika KPK melakukan penyergapan.

Dalam OTT tersebut, penyidik mengamankan 13 orang serta uang tunai Rp500 juta dalam pecahan seratus ribuan. “Total nilai suap mencapai Rp1,25 miliar,” ungkap Asep Guntur Rahayu, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK.

Namun, pemeriksaan tidak berhenti pada kasus jabatan. KPK menemukan indikasi kuat keterlibatan Sugiri dalam proyek RSUD Ponorogo senilai Rp14 miliar pada tahun 2024. Rekanan proyek, Sucipto, memberikan fee sebesar 10 persen—sekitar Rp1,4 miliar—kepada Yunus yang kemudian dialirkan ke Bupati Sugiri melalui ajudannya.

Selain itu, penyidik juga mengantongi bukti adanya gratifikasi berulang selama dua tahun terakhir, antara lain Rp225 juta dari Yunus dan Rp75 juta dari pihak swasta lain.

Kini, keempat tersangka resmi ditahan di Rutan KPK Merah Putih selama 20 hari pertama. Mereka dijerat dengan berbagai pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, termasuk Pasal 12 huruf a dan b serta Pasal 11 dan 12B.

Kasus Ponorogo menjadi gambaran bahwa praktik korupsi di tingkat daerah belum berhenti hanya pada proyek fisik, melainkan sudah menjangkau ranah pengisian jabatan strategis. KPK menegaskan, penyidikan masih berlanjut dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru dari lingkar kekuasaan Kabupaten Ponorogo.