Selain itu, berdasarkan PP 39 Tahun 2021 kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan, minuman, hasil sembelihan dan jasa penyembelihan akan selesai pada 17 Oktober 2024. Namun, pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal belum mencapai target dimana masih banyak produk UMK yang belum tersertifikasi. Penerbitan sertifikat halal oleh BPJPH sejak 2019 untuk semua jenis produk baru mencapai 4.418.343 produk (per 15 Mei 2024) dari target BPJPH 10.000.000 produk, sehingga baru 44,18%. Sedangkan total jumlah UMK yang ada sekitar 28 juta unit usaha.

“Oleh karena itu tadi Bapak Presiden memutuskan bahwa untuk UMKM makanan, minuman dan yang lain itu pemberlakuannya diundur. Tidak 2024 tetapi 2026. Itu disamakan dengan obat tradisional, herbal dan yang lain. Kemudian produk kosmetik juga 2026. Kemudian aksesoris, barang gunaan rumah tangga, berbagai alat kesehatan, dan juga terkait dengan halal yang lain yang berlakunya 2026. Jadi khusus UMKM itu digeser ke 2026,” kata Menko Airlangga.

Pemberlakuan kewajiban sertifkasi halal untuk produk makanan, minuman, hasil penyembelihan, dan jasa penyembelihan setelah 17 Oktober 2024 tetap diberlakukan untuk pelaku usaha menengah dan besar, direlaksasi untuk pelaku usaha mikro dan kecil sampai 17 Oktober 2026, dan direlaksasi untuk produk impor sampai 17 Oktober 2026 (berdasarkan Mutual Recognition Agreement).

“Kemudian yang terkait dengan produk dari berbagai negara lain maka akan diberlakukan setelah negara tersebut menandatangani MRA dengan indonesia. Tadi dilaporkan oleh Pak Menteri Agama saat sekarang ada 16 negara sudah melakukan MRA. Maka negara yang sudah melakukan MRA itu diberlakukan, karena halalnya disertifikasi di negara asal sehingga barangnya bisa masuk. Tetapi bagi negara yang belum menandatangani MRA ini belum diberlakukan,” pungkas Menko Airlangga. (AHK)