Selain penanganan Covid-19, Banggai Laut kala itu juga sedang dalam persiapan menuju pemilukada dimana selain anggaran KPU dan Bawaslu yang sudah digelontorkan awal, ternyata ada lagi permintaan tambahan dari Bawaslu.
Terkait itu, Kementerian Dalam Negeri telah memerintahkan supaya Pemda membayarnya.
“Padahal saya tidak setuju. Kenapa… Karena hemat saya, beban anggaran Bawaslu agak berbeda dengan KPU. Kalau KPU ada pengadaan logistik dan lain-lain sedangkan Bawaslu kurang lebih hanya pembiayaan honorarium dan beberapa perjalanan.
Tapi karena sudah ada perintah maka terpaksa kami laksanakan.
Ini duitnya darimana, sementara anggaran yang ada hanya terputar-putar disitu. Akhirnya kita buatlah kesepakatan dengan pihak ketiga (pengusaha jasa konstruksi) sehingga muncullah kebijakan 60 : 40 itu. 60% kita bayar di 2020, sisanya 40% akan diselesaikan pada 2021,” paparnya panjang lebar.
Untuk menjamin kesepakatan, Wenny Bukamo menguatkannya dengan Peraturan Bupati.
“Perbup ini bukan asal kami buat-buat tapi Itu karena faktor kedaruratan tadi. Karena adanya Covid dan kita harus membiayai Pilkada, sementara anggaran sebenarnya sudah dibahas di akhir 2019. Jadi Clear ya!?”
Yang jadi soal, di bulan September, 2020, Wenny Bukamo yang kembali maju pilkada harus mulai cuti dalam.jabatan.
Dengan itu maka tugas, wewenang dan tanggungjawabnya dalam pemerintahan maupun kebijakan anggaran sudah diserahkan.
“Apalagi menjelang pemilihan kami ditahan. Praktis saya tidak punya apa-apa lagi, baik kewenangan apalagi tanggungjawab. Biarpun begitu, saya masih berusaha memantau dengan harapan Perbup bisa jalan karena itu bukan punya Wenny Bukamo. Itu peraturan Bupati Banggai Laut. Siapapun Bupati harus menjalankannya,” ungkap dia.
Namun fakta berkehendak lain.. Anggaran penyelesaian sisa pembayaran 40% sebesar 80 milyar Rupiah yang sebelumnya sudah terproyeksi di 2021 ternyata tak bisa direalisasikan.
Kebijakan pemerintahan dibawah kendali Sofyan Kaepa-Ablit H. Ilyas tak memungkinkan mereka meneruskan rencana semula.
Sumber di kalangan DPRD Balut menyebut, posisi APBD di awal pemerintahan Sofyan Kaepa memang cukup dilematis.
“Iya benar. Anggaran 80 M itu ada, tapi siapa pimpinan OPD yang berani eksekusi…!?
Waktu itu tekanan psikologisnya berat sekali berkenaan dengan legalitas hukum,” ujar sumber koran ini di DPRD Balut.
Meski tak membahas detail namun politisi bukit Tidar itu menerangkan bahwa eksekutif dan legislatif ketika itu akhirnya sepakat untuk membagi anggaran yang ada kedalam berbagai program pemerintahan yang lebih konkrit pertanggungjawabannya.
“Masalahnya tidak sederhana. Banyak yang musti dipertimbangkan. Adapun terkait penyelesaian 40%, pemerintah tetap mengusahakannya secara bertahap sesuai kesiapan anggaran,” ujar dia.
Wawancara bersama Wenny Bukamo masih berlanjut.
Setelah banyak menjelaskan rupa-rupa agenda seputar rencana berikut pemikirannya ke depan, lelaki yang masih nampak segar dan berwibawa ini mengaku sedang mempertimbangkan untuk berkeliling menemui warga di seluruh pelosok Kabupaten.
“Saya pingin menyapa lagi untuk meminta ma’af karena dulu kami meninggalkan Banggai tidak sempat pamitan. Sekalian menjawab beberapa pertanyaan yang barangkali selama ini masih mengambang,” tuntasnya. (Sbt)