Sungguh ironis sekali, kita semua menyaksikan anak-anak penyintas, para lansia, janda dan anak yatim maupun piatu korban tsunami dan likuifaksi, harus hidup menumpang, atau sekedar membangun gubuk sederhana dilahan warga demi terhindar dari panas dan kehujanan… Sungguh memilukan…

Terketuk kah nurani para pejabat Bank Sulteng dan Kejati Sulteng melihat dan mendengar jeritan hati para penyintas ini? Heh! Semoga saja…

Bukan saja soal hunian, para penyintas ini semestinya dicarikan solusi agar dapat melanjutkan hidupnya.

Andai saja dana CSR itu diberikan dalam bentuk paket modal usaha, pembinaan dan pelatihan keterampilan usaha. Mungkin itu lebih kongkrit serta bermanfaat bagi Masyarakat kecil.

Atau disalurkan dalam bentuk bantuan bagi pengembangan UMKM, Peningkatan sumber daya masyarakat. Hal ini dipercaya tak hanya menjadi salah satu jalan keluar dari kesulitan ekonomi tapi juga dapat menggerakkan roda ekonomi rakyat.

Dasar Hukum CSR. ( Gambar: Ist)

Laporan hasil audit bank Sulteng pada tahun 2022 tercatat, dari 1,4 milyar dana CSR hak milik bank Sulteng. Sebesar 1.1 milyar diberikan kepada Kejati Sulteng. Sisanya yang tinggal sedikit dialokasikan untuk kegiatan masyarakat dan bantuan sembako bagi kaum duafa.

Sementara itu, dari sejumlah aturan hukum, baik Undang-undang hingga peraturan menteri tidak dianjurkan penggunaan dana CSR untuk kebutuhan institusi negara terlebih lagi untuk keperluan isi kantor institusi penegak hukum.

Dana CSR seyogyanya digunakan untuk memenuhi tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Sekalipun ada yang beranggapan jika pemberian CSR kepada institusi penegak hukum itu tidak melanggar. Namun setidaknya patut dipertimbangkan dampak sosiologis nya.

Keputusan yang terkesan salah kamar ini, bukan hanya menciderai perasaan masyarakat penyintas, tapi juga menimbulkan kekhawatiran.

Pemberian dana CSR ke institusi penegak hukum dikhawatirkan dapat mempengaruhi independensi institusi tersebut dalam penanganan perkara.

Kalau begini keadaannya, jangan salahkan Masyarakat jika menaruh curiga, atau bahkan tidak lagi percaya terhadap penegakan hukum di lingkungan Kejati Sulteng.

Ya tuhan… Salah kamar dana CSR untuk institusi penegak hukum merupakan kejadian serius yang banyak disesali dan di kritik sejumlah kalangan.

Maraknya pemberitaan terkait permasalahan ini dimedia masa. Hingga gerakan aksi demonstrasi sejumlah LSM dan Ormas silih berganti menyuarakan aliran dana CSR ke institusi Kejati Sulteng.

Hmmmh… Ironisnya, intitusi Kejati Sulteng dan bank Sulteng seakan tak bergeming. Heh! Ada apa gerangan?!