READNEWS.ID, JAKARTA – Perang Proksi (Proxy War) memiliki sejarah panjang di dalam percaturan dunia bahkan di Indonesia.
Sejak jaman Kerajaan, Perang Dunia 1, Perang Dunia 2 hingga Era Perang Dingin (Cold War) antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet, bahkan hingga kini strategi Perang Proksi ini tetap dipakai sebagai strategi militer, intelijen dan kebijakan luar negeri untuk mempengaruhi atau bahkan menundukkan negara-negara tetangga.
Bangsa Indonesia sendiri sudah pernah mengalami efek dari Perang Proksi ini dari zaman penjajahan di masa lalu, dimana sejarah telah mencatat adanya politik pecah belah / adu domba (devide et impera) oleh penjajah Belanda untuk menguasai bumi Indonesia.
Lewat strategi politik pecah belah / adu domba diantara komponen bangsa itulah salah satu upaya guna melemahkan kekuatan suatu negara sebelum perang konvensional (perang fisik) dilakukan, Strategi pelemahan yang demikian merupakan sebuah cara yang dianggap efisien (low cost) dalam teori perang.
Strategi semacam ini biasanya menggunakan pemain (aktor) pengganti untuk menghindari konfrontasi secara langsung dikarenakan konflik yang secara langsung akan berisiko kehancuran yang jauh lebih besar.
Dengan kata lain, Strategi Perang Proksi yang seperti ini merupakan perang yang tidak tampak secara langsung serta menggunakan cara-cara yang tergolong lebih halus guna menghancurkan dan mengalahkan musuh dengan menggunakan pihak ketiga.
Di dalam dunia intelijen ada dikenal dengan cara-cara infiltrasi semacam gerakan bawah tanah (operasi clandestine), dimana cara-cara demikian bisa sangat mungkin digunakan oleh musuh-musuh negara untuk menumbuhkan bibit-bibit Perang Proksi di masyarakat yang sulit diidentifikasi sebab strategi ini dilakukan dengan caranya yang senyap.
Perang Proksi tidak hanya berperang menggunakan kekuatan militer, tetapi juga melalui berbagai aspek kehidupan seperti politik, ekonomi, hukum dan sosial budaya.
Aktor-aktor yang bertikai dalam sebuah Perang Proksi ini tidak hanya dari unsur pemerintahan negara semata, melainkan juga melibatkan aktor dari non-negara seperti milisi, tentara bayaran, dan pihak ketiga lainnya.
Dan faktanya, hingga saat ini Perang Proksi tetap digunakan sebagai alat perang masa kini oleh negara-negara tertentu untuk mengintimidasi suatu negara dengan tujuan menguasai teritorial negara lain dan meraup sumber kekayaan alamnya.
Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk mengedukasi seluruh masyarakat untuk saling mengingatkan atas ancaman fenomena Perang Proksi ini.
Hal ini dilakukan demi keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (AHK)