READNEWS.ID, PEMALANG – Wage Rudolf Soepratman atau WR Soepratman pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya, ternyata pernah menghabiskan hidupnya di kota kecil Pemalang, Jawa Tengah.
Mengutip laman Historia Pemerintah Hindia Belanda kehidupan WR Soepratman harus berpindah – pindah untuk menghindari incaran polisi rahasia Belanda, dari gang tengah di jakarta berpindah ke daerah Cimahi Bandung pada 1934, dideeah berudara dingin ini dia berusaha untuk menyembuhkan penyakit jantung yang dideritanya semenjak dari jakarta.
Polisi rahasia Belanda terus memburu pencipta lagu Indonesia raya ini karena karya besarnya, Belanda ketakutan pada syair lagu yang diciptakan ada kata ” Merdeka – Merdeka”, demi alasan keamanan syair lagu tersebut kemudian disamarkan, pada kalimat Indonesia diganti Indones dan kata Merdeka diganti Moelia .
Hingga akhirnya karena keamananya terus terancam pada tahun 1935, WR Soepratman pindah ke kecamatan Randudongkal, Kabupaten Pemalang, Jawatengah dan tahun 1936 dia pindah lagi ke Surabaya dan tinggal di rumah kakaknya Roekijem Soepratijah Van Eldik di jalan Mangga, Tambaksari.
Raden Djoemeno Senen Sastrosoehardjo dulu bertempat tinggal di Jalan Jendral Sudirman, depan swalayan Kota Pemalang, tepatnya di bekas penginapan NILA dekat Alun-alun Kota Pemalang, sekarang bekas bangunannya masih ada, sayangnya kurang terawat.
Wage Rudolf Soepratman, adalah pencipta lagu kebangsaan Indonesia dengan judul “Indonesia Raya.” Lahir pada 19 Maret 1903, meninggal pada 17 Agustus 1938.
WR Soepratman berprofesi sebagai guru, penulis/wartawan, violinis, dan komponis di era pemerintahan Hindia Belanda. Selain familiar dengan pencipta lagu kebangsaan dan lagu-lagu nasional Indonesia seperti lagu “Ibu Kita Kartini”, WR Soepratman juga merupakan anggota dari grup musik jazz “Black and White Jazz Band”.
Tanggal lahir versi pertamanya adalah 9 Maret, meski kemudian direvisi menjadi 19 Maret. Kemudian tanggal 9 Maret ditetapkan sebagai hari musik nasional. Atas jasa-jasanya, ia diberikan gelar sebagai pahlawan nasional Indonesia.
WR Soepratman telah malang melintang sebagai aktivis perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Lahir di Purworejo kemudian pindah ke Makassar, Bandung, Wajo (kota Sengkang), dan beberapa kota lainnya di Indonesia. Terakhir di Surabaya hingga akhir hayatnya, dan dimakamkan di Tambaksari Surabaya.
Ayah WR Soepratman bernama Raden Djoemeno Senen Sastrosoehardjo alias Abdoelmoein (ayah), dan ibunda-nya Siti Senen. Raden Djoemeno Senen Sastrosoehardjo dimakamkan di Kota Pemalang (Kabupaten), Jawa Tengah.
Nisan Raden Djoemeno Senen Sastrosoehardjo di komplek makam Ancak Suci Pemalang.
Berikut ini penelusuran awak media ke makam Raden Djoemeno Senen Sastrosoehardjo.
Di Pemalang terdapat komplek makam Ancak Suci, keberadaannya beralamat di Jalan Pemuda, Kelurahan Mulyoharjo, Kecamatan Pemalang kota, Jawa Tengah.
Di komplek makam yang berada di tengah kota tersebut, banyak berdiri bangunan-bangunan peninggalan kolonial Belanda, baik sekolahan maupun gedung perkantoran, yang mana saling berhimpitan dengan komplek hunian warga.
Di sebelah makam tua Ancak Suci, berdiri gedung rumah sakit Santa Maria dengan fasilitasnya berupa komplek kesusteran dan perumahan staf rumah sakit. Juga berdiri gedung SMP N 7 Pemalang, Kantor Pertanahan, serta Kantor Diskoperindag yang bersebelahan dengan Kantor Catatan Sipil
Komplek perkantoran tersebut berdiri persis di depan makam Ancak Suci Pemalang.
Menurut Slamet atau yang akrab dipanggil Mbah Aa oleh warga sekitar, ketika di temui di tengah komplek makam beberapa waktu lalu menceritakan bahwa untuk saat ini di komplek makam Ancak Suci tidak ada juru kuncinya, yang ada hanya ketua makam bernama Tarmani.
Dirinya mengatakan, jika yang menjadi juru kunci makam adalah almarhum Mbah Dasikin, orang tuanya. Dirinya ditunjuk sebagai juru kunci pengganti, akan tetapi Mbah Slamet tidak mau, sehingga dirinya menunjuk Mbah Wardi sebagai juru kunci, sampai kemudian Mbah Wardi meninggal dunia.
Ketika ditanya kenapa dirinya tidak mau menggantikan posisi ayahnya sebagai juru kunci makam, Mbah Slamet lelaki 60 tahun tersebut dengan penampilan sederhana berjenggot panjang putih enggan menjelaskan alasannya.
“Enteng kocape, berat sanggane, ringan diucapan, berat resikonya,” kata Mbah Slamet.
Dalam wawancara dengan awak media berkaitan dengan keberadaan makam ayahanda WR Soepratman, Mbah Slamet menuturkan bahwa benar informasinya memang begitu, almarhum Raden Djoemeno Senen Sastrosoehardjo kubur di Ancak Suci.
Akan tetapi lebih lanjut Mbah Slamet, yang berprofesi sebagai tukang gali kubur di komplek makam Ancak Suci ini , kurang paham apakah WR Soepratman Pernah menjalani hidup di kota Pemalang atau tidak (Ragil Surono).