READNEWS.ID, JAKARTA – Di era 1960an hingga kini, siapa yang tak kenal dengan musisi bernama John Lennon, ia seorang gitaris, penyanyi, pencipta lagu dan juga seorang aktivis politik dari grup band terkenal, yaitu The Beatles.
Setelah grup band The Beatles asal Liverpool, Inggris ini berada di puncak ketenaran, grup ini akhirnya bubar di tahun 1970, personil The Beatles yang terdiri dari John Lennon, Paul McCartney, George Horisson dan Ringo Starr akhirnya bersolo karier dan memilih jalur aliran musiknya sendiri-sendiri.
Kemudian, John Lennon menjalin kerjasama dengan istrinya, Yoko Ono dan menghasilkan karya-karya lagu yang terbilang sukses di pasaran musik dunia.
Selain dikenal sebagai musisi besar dalam belantika musik, John Lennon juga dikenal sebagai seorang aktivis politik yang revolusioner.
Dia juga dikenang sebagai tokoh penting dalam pergerakan anti perang di tahun 1960an, dan tak jarang John Lennon juga ikut turun ke jalan dalam melakukan aksi-aksi demonstrasi menentang keterlibatan Amerika Serikat (AS) dalam perang di Vietnam kala itu.
Aksi demonstrasi dan protes John Lennon tidak sampai di situ, Setelah pernikahannya dengan Yoko Ono pada bulan Maret 1969, saat mereka berada di Amsterdam (Belanda), pasangan ini menghabiskan waktunya selama seminggu di tempat tidur untuk memprotes penderitaan manusia akibat konflik global.
Aksi protes ‘tidur di tempat tidur’ tersebut dianggap oleh orang awam sebagai aksi yang tidak dapat dibaca secara politis, tidak ada gunanya, dan tidak efektif. Namun, jika dilihat dari sudut pandang pasifis, protes nyentrik ini cukup masuk akal karena aksi tersebut diadopsi dari prinsip pemikiran dari tokoh anti kekerasan, Mahatma Gandhi dan Martin Luther King, Jr.
“Tempat tidur adalah sesuatu yang dapat dilakukan oleh semua orang dan sangat sederhana. Kami bersedia menjadi badut dunia agar orang-orang menyadarinya.” ucap John Lennon saat melakukan aksi tidurnya bersama Yoko Ono.
Akibat dari aksi-aksinya tersebut, John Lennon menjadi sasaran pengawasan agen FBI, karena perannya dalam pergerakan anti perang serta keterlibatannya dengan politik sayap kiri.