REDNEWS.ID, PALU – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi melimpahkan kasus bank garansi fiktif di Bank Sulawesi Tengah (Bank Sulteng) senilai miliaran rupiah ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Palu.

Pelimpahan tahap kedua ini, yang dilakukan pada Kamis (8/5), mencakup tersangka dan barang bukti terkait, yang kini berstatus tahanan kota.

Kasus ini melibatkan sejumlah mantan pejabat Bank Sulteng dan pihak swasta yang terlibat dalam proyek preservasi jalan di Sulawesi Tengah. Kerugian yang ditimbulkan diperkirakan mencapai miliaran rupiah.

Para tersangka yang kini menjalani tahanan kota adalah mantan Pemimpin Cabang BPD Sulteng KCU Palu, Nola Dien Novita; mantan Pemimpin Seksi Kredit, Rizal Afriansyah; dan mantan Pemimpin Divisi Perkreditan, Darsyaf Agus Slamet.

Selain itu, ada juga Erick Robert Agan, kuasa Direktur PT Insan Cita Karya (PT ICK), serta Guntur selaku kuasa Direktur CV Mugniy Alamgir dan Hardiansyah key person dari CV Mugniy Alamgir.

Kasus ini bermula pada 19 April 2021, ketika tersangka Erick Robert Agan mengajukan permohonan bank garansi untuk memenuhi persyaratan kontrak proyek Preservasi Jalan Tonggolobibi-Sabang-Tambu-Tompe di BPD Sulteng KCU Palu, dengan nilai jaminan sebesar Rp2.545.076.000.

Pada 27 Mei 2021, BPD Sulteng memberikan bank garansi kepada PT ICK, yang terdiri dari jaminan pelaksanaan sebesar 5% dari nilai kontrak, yaitu Rp.870.922.000, dan jaminan uang muka sebesar 20% dari nilai kontrak, yaitu Rp2.545.076.000.

Namun, pada 31 Desember 2021, kontrak dengan PT ICK diputus oleh Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah I Provinsi Sulteng setelah serangkaian Surat Peringatan (SP) I, II, dan III dikeluarkan, akibat kurangnya progres pekerjaan di lapangan.

Sementara itu, tersangka Nola Dien Novita dan Rizal Afriansyah, dengan persetujuan Darsyaf Agus Slamet, mencoba menutupi kewajiban bank garansi tersebut dengan memberikan kredit sebesar Rp2,85 miliar kepada CV Mugniy Alamgir.

Dari total dana tersebut, Rp1,4 miliar dialokasikan untuk menutupi bank garansi yang diberikan kepada Erick Robert Agan, dan Rp1,4 miliar lagi diberikan kepada Guntur yang mengelola proyek jalan Pagimana-Batui di Luwuk, dengan nilai kontrak total Rp11.000.000.000.

Atas perbuatan tersebut, para tersangka diduga melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan serta KUHP.

Kasus ini menjadi sorotan terkait pengawasan sektor perbankan, terutama dalam penerbitan bank garansi. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan tentang mekanisme pengawasan internal di Bank Sulteng. Proses hukum yang tengah berlangsung diharapkan bisa mengungkap seluruh fakta dan memberikan keadilan kepada semua pihak yang terlibat.

Kejari Palu kini melanjutkan proses hukum kasus ini, dan publik pun menantikan perkembangan lebih lanjut. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proyek pemerintah dan transaksi keuangan. Dengan pelimpahan tahap kedua, diharapkan proses hukum akan berjalan lebih lanjut dan memberikan kepastian hukum atas kasus yang merugikan keuangan negara ini.