MAKASSAR, READNEWS.ID —Dua warga Kota Makassar, Burhan Sellang dan Verawati Wijaya, resmi mengajukan permohonan gelar khusus kepada Polda Sulawesi Selatan atas perkara dugaan pemalsuan akta jual beli tanah yang diduga melibatkan praktik mafia tanah.

Dalam permohonannya yang disampaikan kepada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel, keduanya meminta Kapolda Sulsel meninjau ulang hasil gelar perkara sebelumnya yang dilakukan oleh penyidik Polrestabes Makassar.

Permohonan tersebut didampingi oleh kuasa hukum mereka, yakni H. Syamsuddin Sampara, SH dan Syamsul Alam, SH dari Kantor Advokat “Kelara Keadilan”.

Burhan dan Verawati sebelumnya telah melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan yang diduga dilakukan oleh seseorang bernama Johny Jauri ke Polda Sulsel pada 27 Juni 2022. Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor: LP/B/644/VI/2022/SPKT POLDA SUL-SEL atas nama Verawati Wijaya, dan LP/B/645/VI/2022/SPKT POLDA SUL-SEL atas nama Burhan Sellang.

Selanjutnya, penyidik Polrestabes Makassar telah melakukan penyelidikan dan menggelar perkara masing-masing pada 20 September 2022 dan 24 Oktober 2022. Namun, hasil gelar perkara menyimpulkan bahwa tidak ditemukan cukup bukti permulaan untuk meningkatkan kasus ke tahap penyidikan.

Burhan dan Verawati menilai kesimpulan tersebut keliru. Mereka mengungkapkan bahwa penguasaan fisik atas lahan yang disengketakan telah berlangsung sejak akhir 1970-an hingga kini. Verawati, melalui suaminya, mengaku membeli tanah tersebut dari Haji Sapia Binti Makkutana pada tahun 1978, yang kemudian disertifikasi menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 284 atas namanya pada tahun 1980. Sementara Burhan mengaku membeli tanah di lokasi yang sama dari dua pihak berbeda, yakni Ny. Mase dan H. Toasing, berdasarkan SHM No. 20475.

Permasalahan muncul ketika Johny Jauri mengklaim kepemilikan atas tanah yang sama berdasarkan Akta Jual Beli Nomor 571/V/1991 yang dibuat di hadapan notaris. Menurut pemohon, akta tersebut cacat hukum karena objek jual beli ketika itu telah berada dalam penguasaan Verawati dan Burhan selama bertahun-tahun, serta telah bersertifikat dan tercatat sebagai objek pajak aktif.

“Bagaimana bisa terjadi transaksi jual beli pada tahun 1991 atas objek tanah yang sejak tahun 1978 sudah kami kuasai dan bersertifikat? Ini patut diduga sebagai bentuk pemalsuan dan bagian dari praktik mafia tanah,” ujar kuasa hukum dalam surat permohonannya.

Keduanya menyatakan bahwa penyidik terlalu bertumpu pada legalitas formil akta jual beli tanpa mempertimbangkan aspek penguasaan fisik dan kronologi historis transaksi tanah tersebut. Mereka menilai tidak adanya penyidikan lebih lanjut menunjukkan kealpaan dalam mengungkap kemungkinan pelanggaran pidana berupa pemalsuan akta dan keterangan palsu dalam dokumen resmi.

Dengan pertimbangan tersebut, pemohon memohon kepada Kapolda Sulsel untuk mengadakan gelar perkara khusus demi menjamin tegaknya keadilan dan perlindungan hukum atas dugaan kejahatan pertanahan.

“Permohonan ini kami ajukan demi mendapatkan kejelasan hukum dan menghindari kriminalisasi atas hak yang sudah kami kuasai puluhan tahun secara sah dan diakui negara,” demikian tertulis dalam permohonan yang dilampiri tiga dokumen pendukung.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan terkait permohonan tersebut. ***