READNEWS.ID, EDITORIAL – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menetapkan kebijakan penghematan anggaran APBN 2025 dengan target efisiensi sebesar Rp306 triliun. Rincian pemangkasan ini mencakup pengurangan anggaran kementerian dan lembaga sebesar Rp256,1 triliun serta transfer ke daerah (TKD) senilai Rp50,59 triliun.
Kebijakan ini diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD yang ditandatangani pada 22 Januari 2025.
Efisiensi anggaran tersebut berdampak pada pengurangan berbagai pos belanja pemerintah, termasuk perjalanan dinas, seremoni, dan kegiatan rapat.
Selain itu, sejumlah proyek strategis yang memiliki pengaruh langsung terhadap perekonomian masyarakat juga mengalami pemangkasan, yang berimbas pada sektor pertanian, perikanan, buruh, hingga dunia usaha lokal.
Bahkan, kebijakan ini mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap karyawan kontrak di lembaga seperti Radio Republik Indonesia (RRI).
Dampak pemangkasan anggaran juga dirasakan di daerah, khususnya dalam pembangunan infrastruktur. Beberapa proyek perbaikan jalan, irigasi, serta pembangunan jembatan yang sudah mendesak berpotensi tertunda akibat keterbatasan anggaran.
Jika tidak dikelola dengan cermat, kebijakan ini berisiko menurunkan daya beli masyarakat, meningkatkan ketidakpastian investasi, serta menghambat penciptaan lapangan kerja dan produktivitas tenaga kerja nasional.
Akhmad Akbar Susamto, Ph.D., Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, menyoroti dampak jangka panjang kebijakan ini terhadap pertumbuhan ekonomi. Ia menegaskan bahwa pemangkasan anggaran di sektor-sektor produktif seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi secara luas.
“Sektor-sektor ini memiliki efek multiplikatif yang besar terhadap perekonomian. Jika pemotongan tidak dilakukan secara selektif, dampaknya bisa sangat signifikan terhadap investasi publik, penciptaan lapangan kerja, dan produktivitas tenaga kerja,” ujarnya.
Tak hanya pemerintah pusat, pemerintah daerah pun turut merasakan dampak dari efisiensi ini. Daerah dengan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terbatas kini harus memutar otak untuk tetap menjalankan program pembangunan yang telah direncanakan.