written by M. Rizky Hidayatullah

Bab 1
Kembali ke Pangkuan Ibu

 

Angin sore berhembus lembut saat Adhi turun dari angkutan kota di sudut jalan kecil Kota Palu. Debu-debu berterbangan saat langkahnya menyusuri trotoar yang sudah mulai retak dimakan usia.

Ransel lusuh di punggungnya terasa berat, bukan hanya karena pakaian dan barang seadanya yang ia bawa, tetapi juga karena beban penyesalan yang menyesak di dadanya.

Dia tidak tahu harus ke mana. Satu-satunya tempat yang terlintas di benaknya adalah rumah Tante Rin, adik ibunya. Ia berharap masih bisa menemukan jejak keluarganya di sana.

Setibanya di rumah Tante Rin, ia disambut dengan tatapan kaget bercampur kasihan.

“Adhi? Ya Allah, Nak… ke mana saja kamu selama ini?” ujar Tante Rin dengan mata berkaca-kaca.

“Saya… saya sudah banyak melakukan kesalahan, Tante,” jawab Adhi lirih.

“Saya ingin bertemu Ibu. Di mana beliau sekarang?”

Tante Rin segera meraih telepon genggamnya, menekan nomor yang sudah lama tidak ia hubungi.

Tak lama kemudian, terdengar suara gemetar dari seberang sana.

“Halo, Dek…”

“Iya, Kak… Kakak bisa ke rumahku?” balas Tante Rin.

“Sekarang? Ada apa?” tanya suara di seberang telepon.

“Anakmu, Kak…”

“Anakku yang mana, Dek?!” tanyanya, bingung.

“Adhi, Kak… Adhi, dia sekarang ada di rumahku!”

“Hah? Adhi… anakku?!”

“Iya, Kak… Ini nih, Kakak ngomong langsung sama Adhi,” ujar Tante Rin sambil menyodorkan telepon ke Adhi.

“Ibu…” suara Adhi bergetar menahan tangis.

“Anakku…” jawab ibunya Adhi dengan suara lirih disertai isak tangis.

“Adhi pulang, Bu…” katanya sambil terisak.

Percakapan antara Adhi dan ibunya berlanjut. Keduanya tenggelam dalam keharuan dan kesedihan hingga beberapa waktu.

“Baiklah, Nak… Tunggu Ibu ke situ menjemputmu,” kata ibunya Adhi.

Adhi pun menjawab, “Baik, Bu, Adhi tunggu kedatangan Ibu…”

Usai mematikan telepon, air mata masih bercucuran dari mata Adhi. Tante Rin mendekap keponakannya itu seraya ikut menangis, kasihan melihat apa yang menimpa anak pertama dari kakak tertuanya.

Tak sampai satu jam kemudian, seorang wanita paruh baya tiba dengan napas tersengal. Wajahnya dipenuhi air mata saat melihat putranya berdiri di depan pintu. Tanpa ragu, ia berlari dan merengkuh Adhi erat-erat.

“Ya Allah, Adhi… kamu masih hidup! Kamu masih bisa kembali ke Ibu!” tangisnya pecah dalam dekapan.

Ramadhan 2025