READNEWS.ID, METROPOLITAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Dwi Soetjipto untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (25/10).
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, pemeriksaan Dwi Soetjipto sebagai saksi guna mendalami kasus dugaan Korupsi Liquefied Natural Gas (LNG) yang menyeret nama mantan Dirut PT Pertamina periode 2009-2014 Karen Agustiawan menjadi tersangka.
“Penyidikan perkara dugaan Korupsi terkait pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021 dengan tersangka Karen Agustiawan,” kata Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (25/10).
Usai menjalani pemeriksaan, Dwi mengaku di cecar beberapa pertanyaan oleh tim penyidik KPK. Namun, dirinya mengaku lupa terkait jumlah pertanyaan yang diajukan kepadanya dalam pemeriksaan tersebut.
“Ditanya mengenai apa yang saya ketahui saja. (Berapa pertanyaan) engga hafal. Iya tadi dari jam 10.00 WIB,” kata Dwi Soetjipto.
Untuk diketahui, kasus tersebut bermula ketika Karen Agustiawan menjabat sebagai Dirut PT Pertamina mengeluarkan kebijakan pada tahun 2012 untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG baik di dalam negeri maupun luar negeri untuk mengatasi terjadinya defisit Gas di indonesia yang di perkirakan terjadi pada kurun waktu 2009 sampai dengan 2040.
Kerjasama akhirnya terjalin dengan beberapa produsen dan supplier di antaranya berasal dari Amerika Serikat yaitu CCL (Corpus Christi liquefaction). Namun, kerja sama tersebut tanpa melakukan kajian dan analisis menyeluruh dan tidak melaporkan kepada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.
Tidak hanya itu, pelaporan yang akan menjadi pembahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini Pemerintah, tidak di lakukan oleh KA. Sehingga tindakannya tersebut tidak mendapatkan persetujuan dari pemerintah saat itu.
Di sisi lain, seluruh cargo LNG milik PT Pertamina yang di beli dari perusahaan CCL LLC asal amerika tersebut tidak terserap di pasar domestik yang mengakibatkan cargo LNG menjadi over supply.
Atas kondisi over supply tersebut, terpaksa harus dijual rugi cargo-cargo LNG tersebut di pasar internasional oleh PT Pertamina Persero.
Atas perbuatan KA tersebut, negara mengalami kerugian hingga 147 juta dolar atau setara dengan Rp. 2,1 triliun. (Ardi).