READNEWS.ID, EDITORIAL – Blarr!! Bagai petir disiang bolong, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora untuk sebagian terkait ambang batas pencalonan kepala daerah mengguncang jagad politik nasional.
Ruang perdebatan publik semakin hangat dan kembali bergelora tatkala MK memutuskan untuk menurunkan abang batas pencalonan kepala daerah serta mengizinkan gabungan partai non seat (tidak punya kursi dilegislatif) dapat mengusulkan Calon Kepala Daerah (Cakada) selama memenuhi prasyarat yang ditetapkan dalam putusan tersebut.
Edisi editorial kali ini redaksi tergelitik dengan sikap Partai Golkar pasca putusan MK. Khususnya dalam kontestasi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng 2024 yang sebentar lagi akan memasuki babak pendaftaran calon.
Akankah partai berlambang pohon beringin ini bersikukuh hanya sebagai partai pendukung dengan mempertahankan pilihannya jatuh pada non kader atau berbalik arah mengusung jagoannya sendiri? Jawaban ini tentunya patut untuk dinanti.
Sebagai partai yang punya sejarah historis panjang dan matang dalam kancah perpolitikan Nasional. Partai Golkar memiliki rekam jejak sebagai pengusung, bahkan lokomotif gerbong besar yang kerap unggul dalam kontestasi Pilkada disejumlah daerah.
Endusan percakapan warung kopi menyoal keputusan Partai Golkar di Pilkada Sulteng terkesan terburu-buru dan tak sejalan dengan semangat awal mengutamakan kadernya dan hasil pengumpulan data dari lembaga survey yang kredible.
Ditubuh Partai Golkar sendiri ada dua kader yang diyakini khalayak mempuni untuk diadu dengan pasangan calon (paslon) dari partai lain. Jika memang Partai Golkar konsisten mengutamakan kadernya, mengapa tidak mengambil sikap memantapkan diri mengusung Hidayat Lamakarate dan Irwan Lapatta yang notabene kader sendiri dan siap bertarung di Pilkada Sulteng.