Diharapkan dengan adanya revisi UU SPPA dapat membuat proses hukum lebih adil dan sesuai dengan dinamika tindak kriminal yang berkembang.
“Dengan penyesuaian ini, diharapkan anak yang
terlibat dalam kejahatan dapat mendapatkan kesempatan rehabilitasi yang efektif, sementara hak-hak korban juga tetap terjaga,”pungkasnya.
Selain itu perlu adanya pengaturan Restorative justice dalam Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah. Seperti diketahui penerapan Restorative Justice di Indonesia diatur dalam berbagai peraturan yaitu Peraturan Kepolisian, Peraturan Kejaksaan, dan Peraturan Mahkamah Agung.
Sementara itu, Hermansyah Siregar, Kepala Kanwil Kemenkumham Sulteng juga mendukung atas revisi UU SPPA tersebut, ia menilai bahwa UU SPPA saat ini mesti lebih diperkuat.
Ia juga menguraikan, hingga saat ini, jumlah ABH yang berada di dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Palu kini berjumlah 27 orang. Hal itu, terus menjadi perhatian serius bagi pihaknya untuk memastikan kasus hukum yang melibatkan usia anak dapat terus menurun.
“Saat ini di LPKA Palu yang menampung seluruh ABH se-Sulteng mencapai 27 orang anak, ini terus menjadi catatan kami, agar terus menurun dari waktu ke waktu,” kata Hermansyah Siregar.
Ia juga menguraikan bahwa peran pembimbing kemasyarakatan (PK) di lingkungan Kanwil Kemenkumham Sulteng juga terus dioptimalkan pada tingkat peradilan anak. Ia menargetkan kepada seluruh PK dijajarannya untuk mementingkan tumbuh kembang anak dalam upaya diversi
“Selain mendukung revisi UU SPPA, kita terus menguatkan peran para PK agar setiap kasus anak itu diselesaikan secara kekeluargaan saja, kita fokuskan pada kepentingan tumbuh kembang anak itu sendiri,” pungkas Hermansyah Siregar