READNEWS.ID, PALU – Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LS-ADI) menggelar aksi unjuk rasa dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional yang bertepatan dengan pelantikan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tengah. Aksi ini digelar di depan Gedung Dharma Wanita, Jalan M. Yamin, Palu, dengan tujuan menyampaikan sejumlah tuntutan penting terkait masalah pertanian dan pendidikan di provinsi tersebut.

Koordinator lapangan aksi, Fahri, menyampaikan bahwa unjuk rasa ini bertujuan mengingatkan para anggota DPRD Sulteng yang baru dilantik mengenai tugas dan fungsi mereka sebagai wakil rakyat. Menurut Fahri, LS-ADI membawa dua tuntutan utama pada aksi kali ini: stabilisasi harga jual hasil pertanian dan penanganan kelangkaan pupuk.

“Masalah pupuk dan ketidakstabilan harga hasil pertanian adalah persoalan nyata yang dihadapi petani. Kami berharap DPRD yang baru dilantik dapat memberikan perhatian lebih dan mencari solusi konkrit atas masalah ini,” tegas Fahri.

Lebih lanjut, Fahri menekankan bahwa isu-isu tersebut harus diselesaikan agar kesejahteraan petani dapat terwujud, mengingat sektor pertanian merupakan tulang punggung perekonomian masyarakat di Sulawesi Tengah.

Pengawalan terhadap Wakil Rakyat

Ketua Umum PB LS-ADI, Riwin Najmudin, menambahkan bahwa aksi ini juga merupakan bentuk pengawalan LS-ADI terhadap kinerja para wakil rakyat. Menurutnya, saat ini terdapat berbagai masalah besar di sektor pertanian, seperti keterlibatan Menteri Pertanian dalam kasus korupsi, kontroversi Food Estate, serta konflik agraria antara perusahaan dan masyarakat.

“Masalah kelangkaan pupuk dan fluktuasi harga hasil pertanian adalah isu sentral yang kami suarakan. Kami berharap negara hadir untuk mengatasi ini, terutama karena banyak dari kami yang berasal dari keluarga petani yang menggantungkan hidup dari hasil pertanian,” jelas Riwin.

Selain isu pertanian, LS-ADI juga menyoroti masalah pendidikan di Sulawesi Tengah, terutama terkait dengan aksesibilitas pendidikan tinggi. Riwin menyatakan bahwa masih banyak mahasiswa yang kesulitan melanjutkan pendidikan karena biaya yang terlalu tinggi bagi keluarga berpenghasilan menengah ke bawah.