Ninik menambahkan, dalam ketentuan proses penyusunan UU harus ada partisipasi penuh makna (meaningful participation) dari seluruh pemangku kepentingan. Hal ini tidak terjadi dalam penyusunan draf RUU Penyiaran.
Menurutnya, bila RUU itu nanti diberlakukan, maka tidak akan ada independensi pers. Pers pun menjadi tidak profesional. Dia juga mengritik penyusunan RUU tersebut yang tidak sejak awal melibatkan Dewan Pers dalam proses pembuatannya.
Selain larangan investigasi, hal lain yang disoroti Ninik adalah penyelesaian sengketa pers di platform penyiaran.
“Sesuai UU Pers, itu menjadi kewenangan Dewan Pers. KPI tidak punya wewenang menyelesaikan sengketa pers,” tutur dia.
Artinya, RUU ini memperluas cakupan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang sebelumnya hanya mengatur televisi dan radio frekuensi, kini turut menyentuh ranah platform digital.
Ini termasuk bahwa KPI akan mengatur konten-konten digital yang masuk dalam kategori jurnalistik.