Akibatnya, rencana pernikahan yang tinggal hitungan hari tersebut menjadi kacau dan tuan rumah merasa malu, di tengah kekacauan itu ada seorang warga yang memberikan solusi ,untuk tetap melaksanakan pesta pernikahan menempuh yang gagah tersebut, dengan cara mengganti pasangan pengantin yang kabur, dengan menggunakan Sepasang Poci teh (poci buat wadah minuman teh) sebagai pengganti calon pengantin yang meninggalkan pesta pernikahan yang telah disiapkan.
Peristiwa terjadinya Mantu Poci ini pada awalnya dimaksudkan untuk menutupi rasa malu lantaran calon pengantinnya kabur, akan tetapi dengan berjalannya waktu tradisi ini berubah menjadi semacam ritual pengharapan agar pasangan suami-istri cepat diberikan momongan.
Selain itu, tradisi Mantu Poci juga berkembang dan dimanfaatkan sebagai hajatan alternatif bagi keluarga yang tidak mempunyai anak agar cepat diberi keturunan.
Tata cara pernikahan dalam tradisi Mantu Poci sama seperti pernikahan pada umumnya.
Akan tetapi yang membedakan adalah mempelai pria dan wanitanya, diganti dengan menggunakan Sepasang Poci teh.
Untuk membedakan mana mempelai pria dan wanita, orang bisa melihat dari besar dan kecilnya Poci yang dipajang di singgasana pengantin.
Poci yang besar biasanya merupakan simbol dari mempelai pria, sedangkan yang kecil merupakan simbol dari mempelai wanita.
Poci yang merupakan simbol pengantin itu, terbuat dari tanah liat, berbentuk teko, dan fungsi sebenarnya sebagai penyeduh teh (Ragil Surono).