READNEWS.ID, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini mengeluarkan putusan penting terkait ambang batas pencalonan kepala daerah dalam pemilihan umum. Dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora untuk sebagian, serta memberikan rincian lebih lanjut mengenai ambang batas yang harus dipenuhi oleh partai politik atau gabungan partai politik agar dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah, seperti gubernur, bupati, dan walikota.
Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang pleno yang berlangsung di Ruang Sidang Pleno MK, menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (1) dari Undang-Undang Pilkada (UU 10/2016) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika tidak dimaknai secara spesifik. Ia menjelaskan bahwa partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah jika memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Rinciannya adalah sebagai berikut:
Suhartoyo juga menyebutkan bahwa Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pasal ini dianggap mengatur secara tidak adil terhadap partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD namun telah memperoleh suara sah dalam pemilu.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa norma dalam Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada memberikan dua alternatif bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan calon kepala daerah: memenuhi 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% dari akumulasi suara sah dalam pemilu anggota DPRD di daerah tersebut. Namun, Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada yang mengatur mengenai ambang batas ini justru mempersulit partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD tetapi memiliki suara sah.
Enny menekankan bahwa Pasal 40 ayat (3) menciptakan ketidakadilan karena membatasi hak partai politik yang sah namun tidak memiliki kursi di DPRD untuk mengusulkan calon kepala daerah. Mahkamah berpendapat bahwa pengaturan ini harus diselaraskan dengan syarat pencalonan calon perseorangan untuk memastikan keadilan bagi semua pihak.
Dalam putusan ini, terdapat perbedaan pendapat di antara hakim konstitusi. Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh mengajukan alasan berbeda (concurring opinion) dan berpendapat bahwa seharusnya Mahkamah memutus perkara dengan konstitusional bersyarat. Sementara itu, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) dan berargumen bahwa norma yang diuji sudah konstitusional dan seharusnya permohonan ditolak.
Putusan ini diharapkan akan memberikan kejelasan bagi partai politik dalam mempersiapkan pencalonan kepala daerah pada pemilihan yang akan datang. Dengan rincian ambang batas yang baru, partai politik atau gabungan partai politik diharapkan dapat lebih memahami syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengusulkan pasangan calon dan memastikan proses pencalonan yang lebih inklusif dan adil.
Dengan keputusan ini, MK turut memastikan hak konstitusional partai politik dan menghormati suara rakyat dalam pemilihan umum, dengan mengupayakan keadilan bagi semua pihak dalam sistem demokrasi Indonesia.