READNEWS.ID, EDITORIAL – Pada 2024, Indonesia dihadapkan pada salah satu tantangan terbesar dalam perjalanan demokrasi dan hukum konstitusionalnya. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 60/PUU-XXII/2024 mengenai pemilihan umum dirancang untuk memperkuat integritas dan keadilan dalam proses demokrasi.
Namun, sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terkesan membegal konstitusi dengan menolak atau merongrong keputusan ini menimbulkan kekhawatiran serius terhadap masa depan demokrasi Indonesia.
Editorial ini akan membahas implikasi hukum, dampak politik, dan pandangan para pakar hukum mengenai permasalahan ini.
Latar Belakang Hukum
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 60/PUU-XXII/2024 adalah hasil dari judicial review yang dilakukan untuk mengoreksi dan menyempurnakan kerangka hukum pemilihan umum. Keputusan MK mengacu pada prinsip-prinsip konstitusi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, terutama Pasal 22E tentang penyelenggaraan pemilihan umum. MK memiliki wewenang untuk menguji undang-undang dan peraturan terkait dengan konstitusi, menjadikannya sebagai pengawal supremasi hukum dan keadilan.
Namun, DPR, sebagai lembaga legislatif, justru tampaknya mengabaikan atau menantang keputusan ini dengan beberapa langkah legislasi yang bertentangan. Ini termasuk upaya untuk mengubah atau menyesuaikan ketentuan-ketentuan dalam keputusan MK tanpa melalui prosedur hukum yang sesuai, atau bahkan merancang undang-undang yang seolah-olah menggantikan keputusan MK.
Implikasi Hukum dan Demokrasi
- Supremasi Hukum dan Konstitusi
Dari perspektif hukum, tindakan DPR yang mengabaikan keputusan MK merupakan pelanggaran terhadap supremasi hukum. Menurut Pasal 24B UUD 1945, MK adalah lembaga yang berwenang untuk menguji undang-undang terhadap konstitusi. Ketika DPR mencoba untuk mengubah ketentuan yang telah diputuskan oleh MK, mereka tidak hanya merongrong otoritas MK tetapi juga melemahkan dasar-dasar konstitusi yang berlaku.
Menurut Dr. Hikmahanto Juwana, pakar hukum dari Universitas Indonesia, “Tindakan DPR yang menantang keputusan MK menunjukkan ketidakpatuhan terhadap prinsip hukum yang fundamental. Ini adalah preseden berbahaya yang dapat mengancam integritas sistem hukum Indonesia.” Ketidakpatuhan terhadap keputusan MK juga menimbulkan pertanyaan serius tentang bagaimana lembaga-lembaga negara berfungsi dan saling mengawasi.
- Krisis Legitimasi Demokrasi
Keputusan MK yang diabaikan oleh DPR berpotensi merusak legitimasi proses pemilihan umum. Dalam sistem demokrasi, kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga negara sangat penting. Ketika DPR bertindak melawan keputusan MK, publik mungkin merasa bahwa proses pemilihan umum tidak lagi adil atau transparan. Ini berpotensi menciptakan ketidakstabilan politik dan sosial, serta merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi itu sendiri.