Kepada media ini, Syarif menjelaskan bahwa dinas LH tidak dalam kapasitas sebagai pemberi ijin pembangunan Jetty.

“Kami hanya bisa kasih rekomendasi darat sedangkan untuk wilayah lautnya berada dalam kewenangan Provinsi atau kementerian KKP,” terangnya.

Terkait rekomendasi, Syarif membenarkan bahwa pihak perusahaan telah memasukkan dokumen SPPL (Surat Pernyataan kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup, red) namun pihaknya belum bisa proses lebih lanjut.

“Iya, pak. Mereka sudah masukkan dokumen SPPL tapi kami masih menunggu karena ada berkas yang belum lengkap,” ujarnya.

Meski begitu secara kelembagaan, pihaknya sangat mendukung dan berharap proyek Bandara dapat direalisasikan tepat waktu dan kualitas.

“Itu (bandara red) termasuk program strategis nasional. Kita sangat “welcome” dan antusias karena untuk masyarakat juga. Yang penting proses pelaksanaannya sesuai prosedur dan tidak menimbulkan ekses-ekses merugikan bagi masyarakat dan lingkungan setempat,” harapnya.

Kembali ke PT.WIKA, nampaknya urusan jetty sebagai fasilitas pendukung bongkaran material dipandang vital dan jadi faktor penentu keberhasilan proyek.

Sehingganya meski proses peijinan atau rekomendasi belum sepenuhnya tuntas, pelaksana proyek tetap nekat melanjutkan aktifitas sambil menunggu finalisasi dokumen prosedural.

“Kami dibatasi tenggat waktu. Pada prinsipnya legalisasi dokumen secara lisan sudah diberikan. Ini tinggal proses administrasi saja dan itu tetap akan kami selesaikan,” tandas Yoga.

Sejauh ini, kapal tongkang PT.WIKA-PJIP-KSO telah dua kali bersandar dan bongkar material di Jetty Bakum dan agaknya bakal terus berlanjut hingga kebutuhan proyek terpenuhi. (Sbt)

Ramadhan 2025