Selain itu, kerusakan dan pencemaran lingkungan dan penghilangan sumber kehidupan masyarakat wilayah transmigrasi Kancu’u, Lahan Usaha Satu (LU 1) dan Lahan Usaha Dua (LU 2) seluas 100 Ha belum memiliki kejelasan status kepemilikan tanah yang seharusnya diakui oleh pemerintah lewat sertifikat.

“Berharap mendapatkan sertifikat tanah lewat program transmigrasi, justru masyarakat dibebankan utang sebesar Rp 98,000.000 dengan dalih mengganti biaya operasional penanaman sawit, pembelian bibit dan perawatan,” teriak para pendemo.

Upaya penuntutan hak-hak tersebut sudah sering dilakukan oleh masyarakat Transmigrasi Kancu’u, mulai dari hearing, rapat multi pihak, mendatangi bupati, instansi terkait dan gubernur. Akan tetapi persoalan ini tak kunjung mendapatkan titik terang.

Ada beberapa tuntutan masyarakat Transmigrasi Kancu’u, diantaranya,
realisasikan SHM terhadap lahan LU 1 dan LU 2 di Transmigrasi Kancu’u, hapuskan hutang yang di bebankan kepada masyarakat Transmigrasi Kancu’u, perjelas tata batas Desa Kancu’u dan Desa Tiu untuk mempercepat proses pengukuran lahan yang akan di sertifikatkan dan menghindari konflik antar masyarakat, penuhi hak dasar kesehatan dan pendidikan masyarakat Transmigrasi Kancu’u serta penuhi hak dasar administrasi masyarakat Transmigrasi Kancu’u.

Hasil dari hearing dan aksi bersama tersebut, Asisten II Setdakab Poso menerima semua apa yang menjadi tuntutan perempuan dan warga Transmigrasi Kancu’u dengan dibuatkan berita acara.

Disepakati bersama akan melakukan pertemuan para pihak yang akan menghadirkan Bupati Poso, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, BPN Poso, Pemdes Kancu’u, Pemdes Tiu dan Camat Pamona Timur tanpa terwakili pada 8 Juli 2024 mendatang
.

faktanya, hingga berakhirnya aksi demo tidak ada berita acara kesepakatan dibuat oleh pihak pemerintah dalam hal ini Setdakab Poso. (SYM)