READNEWS.ID, POSO – Belum usai peringatan Dirgahayu kemerdekaan RI yang ke 80 tahu 2025, tapi apakah masyarakat sejatinya sudah merasakan nilai dari momentum yang sangat di sakralkan oleh bangsa dan negara ini?

Adanya dugaan penindasan dan arogansi oleh koorporasi (Pemilik Modal) terhadap warga tampak kembali terjadi dan kali menimpa seorang warga desa Batugencu, kecamatan Lage, kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, atas nama Jeni Mama (41)

Peristiwa yang sangat menggores rasa keadilan ini terjadi, saat pihak aparat kepolisian menahan Jemi Mama atas tuduhan dugaan pencurian buah sawit di lahan miliknya sendiri.

Perkara yang sedang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Poso ini, pada Rabu 10 September 2025emasuki tahap pembacaan eksepsi oleh tim kuasa Jemi Mama.

Perlu diketahui, perkara ini berawal dari sikap kesewenang wenangan pihak perusahaan sawit (Kapitalis) PT Nusamas Griya Lestari (NGL) yang tidak menjalankan kesepakatan (wan prestasi) berupa bagi hasil antara perusahaan dan pemilik lahan yaitu terdakwa Jemi Mama.

Pada sejumlah awak media, tim kuasa Jemi Mama, Yusrin Ichtiawan, SH,antara lain menegaskan, bahwa apa yang menimpa klienya adalah bentuk ketidak adilan atau kesewenang wenangan, yang dilakukan pihak perusahaan.

“Klien saya ini Jemi Mama hanya mencari keadilan dan menuntut haknya, tapi kemudian dilaporkan untuk dipenjara. Nanti kita buktikan dipersidangan,” ucapnya, Rabu (10/9/2025).

Seperti yang dikatakan pihak kuasa hukum Jemi Mama, Kronologi dari peristiwa ini terjadi pada tahun 2010, dimana terdakwa Jemi Mama memperoleh 15 Ha lahan tanah dari kakek istrinya di Desa Peleru, Kecamatan Mori Utara, Kabupaten Morowali Utara (Morut).

Terdakwa memulai mengolah lahan kosong pemberian itu, dari 15 Ha diperluas menjadi 30 Ha yang ia kelola setelah terdakwa Jemi Mama berkomunikasi dengan Kepala Desa Peleru, Erikson Padaga.

Di atas lahan tersebut terdakwa mengolahnya dengan menanam 80 pohon kelapa, 120 pohon cengkeh, dan 15 pohon durian

Tahun 2014 perusahaan sawit PT. Nusamas Griya Lestari (NGL) masuk ke area tersebut dengan melakukan penggusuran semua tanaman milik terdakwa, tanpa diawali komunikasi dan persetujuan dari pemilik tanah. Sekitar tahun 2015 PT. NGL sudah mulai melakukan penanaman kelapa sawit.

“Sejak PT. Nusamas Griya Lestari (NGL) mulai masuk dan menggarap lahan milik terdakwa, terdakwa Jemi Mama melakukan keberatan dan upaya untuk mendapatkan haknya,” kata Kuasa Hukum Yusril.

Dari kejadian itu, akhirnya PT. NGL telah melakukan kesepakatan dalam bentuk kemitraan dengan skema bagi hasil 70/30, yang mana 70% hasil akan menjadi bagian terdakwa sebagai pemilik lahan.

Setelah itu, lahirlah kesempatan yang dibuat dalam surat penyerahan tanah untuk kemitraan tanggal 10 November 2016 dan ditandatangani oleh terdakwa selaku pemilik lahan,l serta perwakilan PT. NGL dan Kepala Desa Peleru.

Setelah tanaman kelapa sawit sudah mulai panen di lahan aquo, ironisnya PT. NGL tidak memenuhi kewajibannya untuk bagi hasil kepada terdakwa Jemi Mama selaku kemitraan.

“Di tahun 2020 PT. NGL hanya membayar kepada terdakwa sebesar Rp. 436.000, dan pembayaran tahun 2021 sebesar Rp. 640.000 hanya untuk luas lahan 1 Ha saja,” jelasnya.

Tahun 2022 perusahaan tidak mendapati kesepakatan serta tidak malaksanakan pembayaran dengan alasan dari PT. NGL untuk menunggu Surat Keputusan (SK) Bupati yang baru.

Hingga tahun 2023 melalui mediasi Kepala Desa Peleru terpilih, Amran Amrullah, terdakwa mendapatkan pembayaran sebesar Rp 2.070.000, untuk 1 Ha. Serta tahun 2025 terdakwa mendapatkan pembayaran Rp2.650.000 untuk 1 Ha.

“Bahwa terdakwa Jemi Mama sejak tahun 2021 hingga 2025 melakukan usaha dan upaya mediasi untuk mendapatkan haknya yang masih tersisa pembayaran 18 Hektar tanah dari kemitraan, yang belum di bayar oleh PT. NGL namun gagal dan tidak diindahkan oleh perusahan,” tegas Yusril.

Maka atas dasar hal tersebut, terdakwa Jemi Mama melakukan kegiatan memanen sendiri kelapa sawit yang ada diatas lahannya, sehingga dilaporkan oleh PT. NGL kepada Kepolisian Resort Morowali Utara Jemi Mama lalu ditahan polisi Mei 2025, kemudian didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“4,8 ton buah sawit yang sudah dipanen. Terdakwa Jemi Mama dilaporkan dituduh mencuri di lokasi tanah miliknya,” ujarnya.

Kuasa Hukum terdakwa lainnya, Hidayat Hasan menyebut, tanah warga yang belum selesai haknya perusahan tidak boleh menerbitkan Hak Guna Usaha (HGU).

“Tanah plasma yang belum selesai haknya dengan masyarakat tapi perusahan sudah menerbitkan HGU nya. Kami kuasa hukum sudah berkordinasi dengan Badan Pertanahan, tidak bisa perusahaan menerbitkan HGU jika hak masyarakat belum selesai. Masalah ini harusnya diselesaikan diranah perdata bukan ke ranah pidana,” pungkasnya. (SYM)