Bamsoet menjelaskan, LMKN lahir berdasarkan amanat UU No.28/2014 tentang hak cipta. Berwenang mengumpulkan royalti penggunaan karya cipta lagu dan musik dari para pengguna komersial dengan tarif yang ditetapkan dan disahkan dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI dan mendistribusikannya kepada para pencipta, pemegang hak, dan pemilik hak terkait melalui lembaga manajemen kolektif (LMK).

“Sebagai turunan dari UU tersebut, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No.56/2021 terkait Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Di dalamnya memuat tentang kewajiban pembayaran royalti bagi setiap orang yang menggunakan lagu atau musik secara komersial dan ataupun pada layanan publik,” jelas Bamsoet.

Bamsoet menambahkan guna meningkatkan efektivitas dalam pengelolaan royalti di era digital, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) bersama LMKM dan LMK yang ada di seluruh Indonesia untuk melakukan pembaharuan terkait infrastruktur digital.

Hal itu dipergunakan untuk pengelolaan royalti pencipta, pemegang hak cipta dan pemilik hak terkait, sehingga dapat meminimalisir permasalahan yang terjadi terkait pengelolaan royalti pencipta, pemegang hak cipta dan pemilik hak terkait.

“Diperlukan adanya suatu sistem digital yang dapat memberikan informasi kepada pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait serta pengguna ciptaan dalam pengelolaan royalti, baik penarikan maupun pendistribusian royalti musik atau lagu. Sistem pengelolaan royalti yang dibuat secara digital akan sangat bermanfaat, karena pengelolaan royalti yang transparan dan digital akan terwujud dengan baik,” pungkas Bamsoet. (AHK)