READNEWS.ID, EDITORIAL – Empat Tahun lalu, Pilkada Sulawesi Tengah tahun 2020 mencatat salah satu babak penting dalam sejarah politik dibumi Tadulako. Dimana kala itu Calon Gubernur Hidayat Lamakarate, yang memiliki reputasi baik dan dikenal sebagai figur yang mengedepankan keberagaman dan persatuan, memutuskan untuk menggandeng Bartholomeus sebagai calon wakil gubernur.
Langkah ini, meski dipandang progresif oleh sebagian kalangan, justru menjadi sasaran empuk bagi lawan politik yang melihat peluang untuk memecah belah suara melalui isu agama. Pasangan Hidayat – Bartholomeus, yang dikenal dengan sebutan “Pasangan HEBAT,” segera menjadi target serangan yang sarat dengan sentimen keagamaan.
Berhembusnya isu Bartholomeus yang beragama nasrani dianggap tidak sesuai dengan mayoritas pemilih Muslim di Sulawesi Tengah, dimainkan secara intens oleh lawan politik. Kampanye negatif ini didorong oleh oknum relawan dan kelompok-kelompok tertentu yang menginginkan kemenangan dengan cara apapun, termasuk dengan memanfaatkan sentimen agama.
Akibat dari serangan yang berkelanjutan dan masif tersebut, pasangan HEBAT mengalami kekalahan dalam pemilihan Gubernur ditahun 2020.
Masyarakat Sulawesi Tengah, yang sebagian besar terpengaruh oleh narasi yang disebarkan, tampaknya lebih memilih stabilitas sosial yang ditawarkan oleh pasangan lain. Namun, di balik kekalahan tersebut, ada pelajaran penting tentang bagaimana isu agama masih menjadi alat yang ampuh dalam pertarungan politik di Indonesia.
Empat tahun kemudian, kondisi yang tampaknya sama kembali berulang dalam Pilkada Sulawesi Tengah 2024. Pasangan Rusdy Mastura – Agusto Hambuako, kini menghadapi situasi yang mirip seperti yang dialami Hidayat – Bharto.
Tim dan oknum relawan yang gemar memainkan isu agama mungkin bakal terlibat kembali dalam kampanye negatif terhadap Pasangan Cudy-Agusto, pasangan ini tanpa diduga berpasangan dan kebetulan bakal Calon Wakil Gubernurnya juga beragama Nasrani. Persis seperti yang pernah dialami pasangan Hidayat – Bharto pada wakti itu.