Selain itu, kebijakan tarif impor yang diterapkan Presiden AS Donald Trump turut berkontribusi pada pelemahan rupiah.

Indonesia, sebagai salah satu negara terdampak, berada di posisi ke-8 dengan kenaikan tarif sebesar 32 persen.

Kebijakan ini berpotensi membanjiri pasar Indonesia dengan produk dari negara seperti China dan Vietnam, yang lebih kompetitif.

Faktor geopolitik di kawasan Timur Tengah dan Eropa yang memanas juga semakin memperburuk kondisi mata uang rupiah.

Ibrahim memprediksi bahwa Bank Indonesia (BI) akan melakukan intervensi besar-besaran pada pasar valuta asing, obligasi, dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) pada Senin, 7 April.

Namun, ia memperingatkan bahwa langkah ini mungkin tidak cukup untuk menahan pelemahan lebih lanjut, yang berpotensi mencapai Rp 17.050 per dolar AS.