READNEWS.ID, MANADO – PT Bank SulutGo kembali menjadi sorotan publik setelah Bendahara Pokdar Kamtibmas Sulawesi Utara, Kristianto Naftali Poae, secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi dan pelanggaran hukum lainnya ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara, Selasa (8/4). Laporan tersebut menyasar jajaran Direksi, Komisaris, hingga sejumlah karyawan perusahaan perbankan milik daerah itu.
Dalam keterangan persnya, Kristianto mengungkap sejumlah indikasi pelanggaran serius yang berpotensi merugikan negara dan karyawan. Di antaranya adalah dugaan penyimpangan alokasi dana Corporate Social Responsibility (CSR), kebijakan internal yang merugikan pegawai, praktik suap terhadap wartawan, hingga penyalahgunaan wewenang oleh pimpinan tertinggi bank.
Salah satu poin utama dalam laporan adalah alokasi dana CSR Bank SulutGo untuk tahun 2024 yang mencapai Rp40 miliar. Kristianto menjelaskan bahwa Rp8 miliar bersumber dari laba bersih 2023, sementara Rp32 miliar lainnya dibebankan langsung ke laba operasional tahun berjalan. Menurutnya, hal ini melanggar prinsip dasar pengelolaan keuangan, mengingat dana CSR seharusnya diambil dari laba bersih dengan persentase maksimal 4%.
“Pembebanan dana CSR ke laba operasional 2024 tidak hanya menyalahi ketentuan perundang-undangan, tetapi juga mengaburkan transparansi penggunaannya. Apalagi tidak ada audit independen yang memastikan dana tersebut digunakan sesuai peruntukannya,” ujarnya.
Selain itu, laporan juga menyoroti kebijakan pengurangan tantiem dan fasilitas karyawan. Tantiem dan jasa produksi (jaspro) yang seharusnya diambil dari laba bersih tahun 2023 justru dibebankan ke tahun 2024, yang dinilai menyalahi prinsip akuntabilitas dan membuka potensi pelanggaran hukum.
Tak hanya itu, klaim kesehatan karyawan yang hanya diganti 75% dari total biaya dinilai bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan. “Ini bentuk nyata pelanggaran terhadap hak tenaga kerja,” tegas Kristianto.
Laporan juga memuat tudingan serius terhadap pejabat internal Bank SulutGo, termasuk dugaan upaya suap kepada wartawan guna menekan pemberitaan negatif terkait isu klaim kesehatan. Praktik ini diduga dilakukan oleh sekretaris perusahaan, dengan sepengetahuan bahkan arahan dari Direktur Utama.
Tak kalah mengkhawatirkan, laporan tersebut mengungkap adanya kebocoran informasi kredit nasabah kepada pihak eksternal, termasuk wartawan dan sekretaris partai politik.
“Ini pelanggaran berat terhadap prinsip perlindungan data pribadi dan berpotensi merusak reputasi bank,” ujar Kristianto.
Kristianto juga menyoroti sikap Komisaris Utama dan Direktur Utama yang masih aktif menjalankan tugas meski tengah tersangkut persoalan yang seharusnya menjadi dasar pemberhentian sementara melalui keputusan OJK atau Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB).
Ia bahkan mengkritisi praktik penandatanganan equity the charge dalam RUPS, yang disebutnya sebagai “senjata hukum” bagi direksi dan komisaris untuk melepaskan diri dari tanggung jawab atas pelanggaran yang terjadi.
“Dokumen itu seringkali dimanfaatkan untuk memberi kesan bahwa semua pihak menyetujui laporan tahunan, padahal bisa saja menyembunyikan pelanggaran serius,” tandasnya.
Kristianto berharap Kejati Sulut segera menindaklanjuti laporan ini secara serius dan menyeluruh. Ia menekankan pentingnya audit independen terhadap seluruh aktivitas keuangan dan kebijakan internal Bank SulutGo, demi menjamin transparansi, akuntabilitas, serta perlindungan terhadap hak-hak karyawan dan kepentingan negara.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Bank SulutGo belum memberikan pernyataan resmi terkait laporan tersebut.