READNEWS.ID, EDITORIAL – Politik uang adalah praktik di mana dana atau imbalan digunakan untuk mempengaruhi hasil pemilihan umum dan pembuatan kebijakan, seringkali dengan hasil yang merugikan integritas demokrasi.

Di Indonesia, praktik ini tidak hanya menghasilkan wakil rakyat yang korup, tetapi juga seringkali menghasilkan keputusan yang tidak mencerminkan keinginan rakyat, melainkan lebih menguntungkan kekuasaan penguasa dan kelompok tertentu.

Kali ini Editorial readnews.id akan mengeksplorasi dampak politik uang terhadap korupsi, kegagalan representasi, dan implikasinya terhadap proses demokrasi, dilengkapi dengan rujukan hukum, fakta hukum, serta pandangan ahli hukum dan tata negara.

Politik Uang dan Korupsi

Politik uang berfungsi sebagai pintu masuk bagi korupsi, mengingat politisi yang terpilih melalui cara-cara ini sering kali merasa berutang budi kepada penyandang dana mereka. Keterikatan ini dapat menyebabkan praktik korupsi yang meluas, termasuk suap dan pengalokasian anggaran yang tidak transparan.

Salah satu contoh paling terkenal di Indonesia adalah kasus korupsi proyek e-KTP yang melibatkan Setya Novanto, mantan Ketua DPR. Kasus ini menunjukkan bagaimana politik uang dapat mempengaruhi proses legislasi dan mengarah pada kerugian negara yang signifikan.

Menurut hukum di Indonesia, praktik politik uang merupakan pelanggaran serius yang melanggar UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengatur tentang larangan politik uang dan sanksi bagi pelanggar. Pasal 73 UU tersebut menyatakan bahwa “Setiap orang yang memberikan uang atau barang untuk mempengaruhi pemilih agar memilih calon tertentu diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta” (UU No. 7 Tahun 2017).

Kegagalan Representasi Rakyat

Politik uang juga mengarah pada kegagalan representasi, di mana wakil rakyat yang terpilih tidak lagi mewakili kepentingan masyarakat tetapi lebih kepada kepentingan penyandang dana atau elit politik.

Hal ini mengakibatkan kebijakan yang dibuat sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi rakyat. Misalnya, dalam kebijakan terkait alokasi dana hibah atau proyek infrastruktur, terdapat banyak laporan yang menunjukkan bahwa keputusan sering kali dipengaruhi oleh hubungan politik dan bukan oleh kebutuhan publik.

Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, seorang ahli hukum tata negara, “Politik uang merusak sendi-sendi demokrasi dengan cara menghilangkan fungsi utama pemilihan umum sebagai sarana untuk memilih wakil yang benar-benar mewakili suara rakyat.”

Contoh alt