READNEWS.ID, PALU – Menjelang akhir tahun 2024, Desa Peleru yang bersebelahan dengan PT Rimbunan Alam Sentosa (PT RAS) nampak lengang dan sepi. Kondisi itu persis seperti ketika anak usaha Grup Astra Agro Lestari itu menjejakkan kaki pertama kali 18 tahun silam.
Perbedaan yang mencolok adalah jalan raya yang telah beraspal dan rata. Berbeda dengan keadaan masa lalu. Di masa sekarang, beberapa kendaraan bermotor juga sesekali berlalu lalang. Sebelum PT RAS hadir, warga biasanya menggunakan gerobak sapi sebagai alat transportasi untuk pulang pergi menuju pusat ekonomi.
Demikian penuturan Muhammad Zakir yang menjadi Ketua Badan Permusyawaratan Desa Peleru. Posisinya mirip seperti Ketua DPRD di tingkat kota atau kabupaten yang memegang kuasa di parlemen.
Zakir, begitu dia disapa, adalah putra desa yang lahir dan menetap di Peleru sejak 1977. Tubuhnya gempal dengan kulit yang legam terbakar sengat mentari di ladang. Ketika melepas baju dinasnya sebagai Ketua BPD, Zakir adalah petani coklat dan peternak sapi.
Kedua jenis kerja itu yang mampu menghidupinya bersama keluarga. Tidak memiliki kaitan sama sekali dengan perkebunan kelapa sawit, walaupun desanya dikelilingi kebun milik beberapa perusahaan. Zakir melirik coklat dan sapi sebagai komoditas yang menjanjikan.
Kendati demikian, dia tetap bersyukur sebab desanya bisa ikut merasakan kemerdekaan setelah PT RAS membangun kebun di sana sejak 2007.
“Sebelum ada perusahaan, untuk kami bisa ke pusat ekonomi di Desa Taliwan setidaknya mengeluarkan Rp20.000 untuk membayar rakit pulang pergi melewati sungai. Di masa itu, nominal tersebut adalah harga yang mahal,” ungkapnya.